Organisasi masyarakat sipil Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI) menyebut bahwa peningkatan konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) meningkat hingga 15 kali lipat selama dua dekade.peningkatan konsumsi juga disertai dengan tren yang meningkat pada kasus obesitas dan kelebihan berat badan.
"Terjadi peningkatan konsumsi total MBDK hingga 15 kali lipat selama dua dekade," kata Research Associate CISDI Gita Kusnadi dalam diskusi publik daring bertajuk "Masa Depan Pengendalian Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)" yang diikuti di Jakarta, Selasa.
Peningkatan tersebut, kata Gita, juga disertai dengan tren yang meningkat pada kasus obesitas dan kelebihan berat badan.
Selain itu, penyakit tidak menular (PTM) menjadi tujuh penyebab kematian tertinggi pada 2019, dengan diabetes menempati peringkat ke-3.
"Diabetes menempati peringkat ketiga di mana satu dekade sebelumnya, dia menempati peringkat keenam dan sekarang sudah menempati peringkat ketiga. Jadi peningkatannya sudah sangat signifikan di mana diabetes ini merupakan salah satu penyakit yang sangat erat kaitannya dengan konsumsi tinggi MBDK," papar Gita.
Oleh karena itu, CISDI mendorong pemerintah untuk segera menerapkan cukai pada MBDK di Indonesia untuk menekan konsumsi MBDK di masyarakat.
"Betapa pentingnya bagi pemerintah untuk menerapkan cukai MBDK secara komprehensif, dalam hal ini ke semua produk minuman berpemanis, baik berupa manis gula maupun berupa manis tambahan atau artificial sweeten beverages dan juga ke semua jenis produk MBDK, baik dalam bentuk konsentrat, cair maupun bubuk," tutur Gita.
Baca juga: Kemenkeu sebut cukai minuman berpemanis siap diterapkan di 2023
Baca juga: CISDI: Cukai pada minuman kemasan dapat turunkan konsumsi 24 persen
Baca juga: Emiten diperkirakan naikkan harga jika minuman berpemanis kena cukai
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022