"Pandemi COVID-19 yang melanda seperti tsunami, sedangkan AMR lebih seperti air pasang laut. Secara diam-diam, prevalensinya terus meningkat," kata Dante Saksono Harbuwono saat membuka agenda Side Event G20 Kesehatan tentang AMR di Nusa Dua Bali, Rabu.
Dante mengatakan AMR ditemukan sejak 70 tahun yang lalu, saat pengobatan menggunakan antibiotik untuk mencegah penyakit mulai masif digunakan oleh masyarakat di dunia.
"Sampai pada titik di mana sering disalahgunakan, diperoleh tanpa resep dokter, dan sering disalahgunakan pada manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan. Akibatnya AMR muncul," katanya.
Semakin banyak penyakit yang tidak dapat diobati, perawatan yang menyelamatkan jiwa menjadi jauh lebih berisiko, dan biaya perawatan kesehatan meningkat sebagai akibat durasi penyakit hingga perawatan yang berkepanjangan, katanya.
Dante mengatakan dampak AMR terus meningkat di berbagai sektor, termasuk ekonomi. Para ahli memperkirakan AMR dapat menyebabkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tahunan global turun sebesar 3,8 persen pada 2050.
Sementara itu, Side Event AMR merupakan rangkaian kegiatan dari 3rd Health Working Group (HWG) yang dilaksanakan di Bali pada 22-24 Agustus 2022.
Pertemuan di Paruman Ballroom Hotel Hilton Nusa Dua Bali itu diikuti secara daring oleh Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo, Menteri Kelautan dan Perikanan RI Sakti Wahyu Trenggono, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar, serta Asisten Direktur Jenderal Antimocroba WHO Hannan Balkhy.
Baca juga: Pertemuan G20 AMR sorot pengaruh antimikroba pada kekebalan infeksi
Baca juga: Jubir: 3rd HWG bahas isu resistensi antibiotik
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022