Mural tersebut merupakan kelanjutan dari mural provokatif pidato Bung Karo dan ulama Haji Darip di Flyover Klender pada 10 Agustus lalu. Gemah Ripah Loh Jinawi sendiri merupakan ungkapan Bahasa Jawa yang familiar bagi masyarakat luas, memberi makna suatu kondisi kesejahteraan, makmur, dan berkecukupan.
"Seni harus membawa pesan tentang usia 77 tahun Indonesia tak hanya jalan di tempat. Masyarakat Gemah Ripah Loh Jinawi wajib diwujudkan oleh kita dan negara dengan jalan kolaborasi," kata koordinator mural sekaligus seni Bambang Asrini, dikutip dari siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis.
Baca juga: JXB hadirkan mural Jembatan Bifrost "Thor" di Terowongan Kendal
Baca juga: Bang Ben, cermin anak Betawi yang peduli lestarikan budaya asli
Para seniman dalam kemitraannya dengan kurator membagi dua area utama di Pasar Induk Beras Cipinang. Pertama, area luar tembok komplek yang menceritakan tentang daerah Jakarta sebagai wujud "mini Indonesia" dengan menggambarkan visualisasi ikon-ikon Jakarta.
Penikmat seni dan masyarakat bisa melihat Patung Selamat Datang sampai ikon terkini, yakni Jakarta International Stadium (JIS) dengan merelasikan atmosfer wajah-wajah ceria keluarga dan sekelompok petani, serta distribusi yang dilakukan para pedagang. Semuanya dilebur dengan kecenderungan warna hijau alami.
Sedangkan area kedua adalah di dalam komplek Pasar Induk Beras Cipinang, tepatnya di tembok Gudang Beras yang biasa disebut Rice Plant. Di sana, para seniman menggambar petani raksasa separuh badan, padi-padi, sawah-sawah, serta gambaran sejumlah petani dengan figur-figur dekoratif yang mengingatkan akan pakaian adat lima daerah di Nusantara.
Pesan mural-mural di tembok Gudang Beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur sangat jelas, yakni distribusi pangan selayaknya berlaku adil dan merata ke seluruh Republik Indonesia.
Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya mengatakan, karya-karya seniman tersebut sangat menggambarkan cita-cita Food Station untuk menjadi pilar ketahanan pangan dan produsen pangan pilihan utama masyarakat.
"Mural-mural yang memvisualkan kondisi para petani, keluarga yang mengakses di seluruh Indonesia dan mengonsumsi pangan yang layak sesuai visi berbangsa kita," imbuhnya.
Menurut seniman Selo Riemulyadi, tembok-tembok yang dimural di Pasar Induk Beras Cipinang itu tak hanya metafora atau lambang semata. Namun, sebagai bukti konkret bagaimana masyarakat, seni, dan konteksnya dengan beras dapat berelasi dengan sangat erat.
"Dalam hal ini seniman peduli tentang isu ketahanan pangan yang memiliki tiga mazhab utama, yaitu ketersediaan, aksesibilitas, pun pola konsumsi yang semestinya beragam," ujar Selo.
“Sejak awal, komunitas kolaborasi percaya bahwa aktivitas merayakan kemerdekaan adalah meneladani kondisi kebatinan para founder bangsa kita. Manifestasinya dengan propaganda isu kedaulatan pangan seperti yang dilakukan teman-teman pemural,” tutup Ketua Komunitas Kolaborasi, Sonny Muhammad.
Baca juga: The Balvenie berkolaborasi dengan Diela Maharanie dalam "Cendrawasih"
Baca juga: Sambut Hari Kemerdekaan, mural ketahanan pangan hiasi flyover Klender
Baca juga: Gelar lomba mural, Pijar Park Kudus ajak masyarakat lestarikan alam
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022