"Trennya membaik. Tapi yang membaik, karena indikatornya merupakan komposit indeks ekonomi, sosial dan lingkungan, ternyata yang membaik itu adalah komposit indeks ekonomi dan sosial. Lingkungan paling bawah," kata Medrilzam dalam Think Climate Change Indonesia (TCI) Forum Dialogue diikuti di Jakarta, Kamis.
Performa ekonomi hijau Indonesia dalam periode 2011-2020 memperlihatkan skor komposit 59,17 pada 2020. Indikator ekonomi memperlihatkan kinerja paling progresif dengan skor meningkat dari 34 pada 2011 menjadi 74 pada 2020.
Dalam presentasi, dia juga memperlihatkan bahwa empat indikator lain yang memiliki skor sangat baik yaitu di atas 75 adalah tutupan hutan, limbah terkelola, produktivitas tenaga kerja industri dan angka harapan hidup.
Baca juga: Bappenas dorong pemenuhan pangan untuk menekan masalah kurang gizi
Pilar lingkungan memiliki indeks komposit terendah, sebagian besar disebabkan rendahnya porsi energi baru terbarukan (EBT) dan persentase lahan gambut terdegradasi.
Hasil itu mengindikasikan bahwa banyak langkah yang harus dilakukan untuk meningkatkan performa indikator lingkungan.
"Walaupun belakangan sudah agak membaik tapi jelas masih perlu banyak effort," katanya.
Dia menyoroti bahwa dalam mewujudkan ekonomi lewat pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim memiliki beberapa tantangan dan peluang.
Beberapa peluang di antaranya seperti investasi yang dibutuhkan sangat besar, transfer teknologi dan inovasi, strategi transisi energi dan persiapan menujukan pekerjaan hijau.
Tapi di saat bersama terdapat peluang dalam penciptaan lapangan kerja hijau, dekarbonisasi kawasan perkotaan dan pengaturan perdagangan karbon.
Baca juga: Bappenas: 2 juta UMKM bakal masuk e-katalog LKPP pada 2023
Baca juga: Pemerintah kembangkan konsep "blue bond" dukung pendanaan ekonomi biru
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022