• Beranda
  • Berita
  • Perjuangan Yaveth mengolah dan memasarkan kopi petani Papua

Perjuangan Yaveth mengolah dan memasarkan kopi petani Papua

25 Agustus 2022 19:08 WIB
Perjuangan Yaveth mengolah dan memasarkan kopi petani Papua
Wirausahawan kopi asli Papua 'Highland Roastery' Yaveth Wetipo (34) menampilkan varian produknya yang paling laris 'Tiom' dan 'Tangma' di Jayapura, Papua, Kamis (25-8-2022). ANTARA/Abdu Faisal
Kala Mentari mulai meninggi pada Kamis, Yaveth kedatangan tamu dari daerah asalnya di Yahukimo, Papua Pegunungan.

Tamu yang datang berjumlah dua orang, mereka menunggu di luar kafe di Distrik Heram, Jayapura. Mereka menanyakan apakah sejumlah biji kopi mentah (green beans) hasil pertanian yang dibawa mereka dari Papua Pegunungan ke tempat itu, bisa dibantu Yaveth untuk proses sangrai biji-biji kopi tersebut.

Yaveth lalu mempersilakan kedua orang tersebut masuk ke dalam kafenya, lalu memulai obrolan.

Ia memang memiliki usaha yang menjadi tempat sangrai sekaligus kelas privat kopi di Papua yang bisa melayani dan memasarkan kopi dari para petani di Papua.

Yaveth Wetipo, 34 tahun, kerap menyebut dirinya Orang Asli Papua (OAP). Bapak satu  anak itu memiliki usaha mikro kecil menengah (UMKM) Sangrai Biji Kopi Tanah Tinggi atau Highland Roastery di Distrik Heram, Jayapura, yang berdiri sejak 2016.

Kelas privat dibuka secara gratis khusus OAP karena tak sedikit petani kopi di sana yang meminta tolong Yaveth mengajarkan cara menyimpan biji-biji kopi yang mereka produksi secara benar hingga teknik penyajian kopi ala kafe.

Teknik penyajian yang diajarkan ada dua, memakai mesin Espresso dan penyajian manual (manual brew). Kelas kursus pascapanen itu dibuka secara gratis bagi OAP karena ia tak hanya ingin usahanya maju sendiri, tapi juga menjadikan petani kopi di sekeliling mereka bisa mandiri.

Dalam sebulan, sekitar 20-25 OAP mendatangi tempat usahanya untuk berbagai kepentingan, ada petani yang mau mengirim biji kopi dari hasil produksi pertanian mereka. Jumlah kopi yang dikirim biasanya mencapai lima kilogram per hari.

Ada pula 12 orang yang diterima ikut kursus, dua di antaranya OAP dari 20 OAP yang meminta diajarkan cara penyimpanan dan penyajian kopi secara gratis karena tidak ingin mutu biji kopinya menurun.

Hasilnya, ada 50 alumni kursus di kelas itu. Mereka ada yang membuka kafe dan ada pula yang menjadi barista. Para alumnus kursus itu belajar mengenai kopi antara 3-4 hari.

Dalam proses roasting, mesti dipastikan mesin kopi terlebih dahulu dipanaskan mencapai suhu 200 derajat celcius.

Dan yang unik dari penyangraian ini yaitu lama waktu roasting menentukan tingkat kompleksitas rasa yang nantinya dihasilkan oleh biji kopi.

Ada tiga metode roasting pengolahan biji kopi yaitu sebentar (light), sedang (medium), dan kental (dark). Untuk menciptakan rasa kafein yang ringan dan kaya akan rasa, proses penyangraian hanya dilakukan selama 12 menit.

Selanjutnya untuk kopi dengan rasa kafein yang agak kuat dari yang pertama, proses penyangraian dilakukan selama 14 menit. Adapun untuk menghasilkan rasa kafein yang sangat kuat, proses penyangraian dilakukan selama 16 menit.

Setelah selesai disangrai, kopi ditiriskan terlebih dahulu sebelum memasuki proses pengemasan.

Materi pengetahuan semacam ini tidak bisa dibuka gratis semua karena Yaveth masih melihat ada OAP yang tidak serius belajar ketika diberi kelas kursus gratis.

"Harapan saya memberi gratis belajar di sini, supaya mereka bisa membuka usaha sendiri atau bekerja, sehingga saya mesti seleksi orangnya," kata Yaveth.

Petani kopi yang datang mengirim kopi ke tempat Yaveth, biasanya berasal dari empat kabupaten penghasil kopi unggulan di tanah Papua, Indonesia. Makanya enam varian kopi yang dijualnya merupakan nama dari masing-masing distrik penghasil biji-biji kopi tersebut.

Varian kopinya yakni Kiwirok dan Sabin (Kabupaten Pegunungan Bintang), Kurima, Tangma dan Puldama (Kabupaten Yahukimo), Jiwika/ Dokopma (Kabupaten Jayawijaya), serta Tiom (Kabupaten Lanny Jaya).

Khusus varian Dokopma, Yaveth mengatakan ada perusahaan kurator kopi di Jakarta yang mengajari bagaimana manajemen kebun dan pascapanen di Distrik Jiwika sehingga lahirlah varian produk tersebut.

Ia membeli kopi berbentuk gabah dari petani berkisar Rp60.000-130.000 per kilogram tergantung kualitasnya. Akan tetapi biasanya produksi varian kopinya berjenis Arabika karena semua kabupaten penghasil kopinya merupakan tanah tinggi. 

Total kopi yang diproduksi perusahaannya berkisar 150-200 kemasan dengan berat 200 gram per bulan. Harga enam varian kopi unggulan Rp90.000 per kemasan, belum termasuk ongkos kirim (ongkir) ke luar Papua.

Memang, peminat kopi kemasan produksinya sampai ke luar Pulau Papua, seperti Pekanbaru (Sumatera), Makassar (Sulawesi), Jakarta, dan Jawa Barat.

Apalagi sejak Yaveth memutuskan memasarkan kopi-kopi olahan dan kemasannya secara digital melalui situs jejaring (website) yang menyediakan nomor WhatsApp dan akun Instagram bisnisnya.

Akan tetapi pengiriman kopi ke luar Papua memiliki kendala dari segi ongkir yang berkisar Rp105.000-Rp110.000. Kadang ongkirnya harus ditanggung 50 persen oleh Yaveth supaya pemesan secara daring dari luar Papua mau membeli kopi produksinya.

Selain membuka usaha sangrai dan kursus kopi, mantan dosen salah satu kampus swasta di Papua itu sudah memiliki tiga cabang kafe di Papua. Ada di Entrop dan Waena Jayapura serta Wamena, Papua Pegunungan.

Lulusan S-1 Fisika Universitas Cenderawasih Jayapura, Papua, dan S2 Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah, itu berhenti menjadi dosen setelah 6 tahun mengajar. Tepatnya pada 2019, ia fokus menekuni bisnis kopinya.

Alasan berhenti menjadi dosen karena bisnis kopi menjanjikan peluang lebih besar baginya untuk bermanfaat bagi suku bangsanya.

Mengajari anak Papua

Apalagi, menurut Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kementerian Komunikasi dan Informasi Usman Kansong, kopi merupakan hasil bumi Papua dan Indonesia yang siap bersaing di kancah global.

Meski berhenti menjadi dosen, dia masih bisa melaksanakan kegiatan belajar-mengajar. Belajar untuk lebih fokus dan profesional menangani bisnis kopinya dan mengajar anak-anak Papua menjadi wirausahawan yang sukses.

Perusahaannya pernah membantu menyukseskan eksportir kopi gayo ke AS yang mencari biji kopi dari Wamena di kebun, mereka mendatangi tempat usahanya kemudian menyangrai gabah kopi kering yang sudah dipisah kulitnya dari hasil panen kebun di Wamena, supaya bisa memenuhi pasar Amerika Serikat.

Dari kedatangan eksportir tersebut, Yaveth belajar bahwa kopi yang menarik konsumen AS adalah rasanya agak pahit, rasa kafeinnya kuat, tapi ada sedikit rasa manisnya.


Ia merencanakan pada tahun depan memulai ekspor kopinya, sementara tahun ini masih membantu petani di kebun agar produktivitasnya meningkat terlebih dulu.

Yaveth masih ingin membuka peluang mengenalkan bisnis UMKM-nya ke berbagai daerah di Indonesia dengan mengikuti pameran, salah satunya Jakarta di mana Highland Roastery    mengikuti pameran di Lapangan Banteng Jakarta pada 24-26 Juni bertema Indonesia Premium Coffee Expo dan Forum 2022.

Terakhir pada acara Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI), Yaveth juga ikut serta. Bahkan UMKM-nya masuk 25 besar UMKM unggulan di Papua, meski belum berhasil menjadi jawara.

Akan tetapi setidaknya menjadi 25 besar UMKM juga mendapat keistimewaan, yaitu bisa mengisi stan pameran eksibisi UMKM virtual yang disediakan dalam situs https://ve.virtualexpobbi.id/, dan bisa mempromosikan produk mereka kepada pembeli yang datang ke Gernas BBI secara daring.

Pewarta: Abdu Faisal
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022