Pernyataan sikap ini tertuang dalam tiga rekomendasi di akhir Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) APTI Jatim yang digelar selama dua hari di Tulungagung, Minggu.
"Kenaikan tarif ini jika dipaksakan berlaku sama halnya dengan 'membunuh' petani tembakau dan pelaku usaha olahan tembakau," kata Ketua DPD APTI Jawa Timur, K Mudi usai Rapimda APTI Jatim di Tulungagung.
Dua poin rekomendasi lain yang tak kalah penting dihasilkan dalam Rapimda itu adalah penolakan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, serta pembatalan pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 tahun 2022 tentang pencabutan subsidi pupuk untuk komoditas pertanian tertentu, salah satunya pertanian tembakau.
Permen yang disebut terakhir semakin memberatkan beban usaha pertanian petani tembakau karena menyebabkan biaya produksi mereka membengkak.
"Rekomendasi ini segera kami kirim ke Presiden dan Gubernur Jawa Timur," ujarnya.
Padahal, kata Mudi, kontribusi dari sektor pertanian tembakau ke APBN yang kemudian didistribusikan lagi ke daerah-daerah melalui skema DBHCT (Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau) sangatlah besar.
Tahun 2022 ini saja, pemerintah telah merevisi target penerimaan cukai rokok dari awalnya Rp190 triliun menjadi Rp213 triliun.
Kebijakan ini akan sangat memukul industri rokok, terutama SKT yang menyerap tenaga kerja yang sangat besar.
SKT juga menyerap bahan baku dari para petani dalam jumlah yang besar.
"SKT ini harus kita selamatkan, karena ini industri padat karya. Kenaikan cukai akan menekan industri SKT," ujar Mudi.
Dii Jawa Timur, misalnya, ada sekitar 6 juta orang yang tergantung dari industri tembakau dan produk tembakau.
Mereka mulai dari petani tembakau, buruh pabrik rokok, pedagang hingga pengecer.
Menurut Mudi, tiga kebijakan yang diprotes DPD APTI Jatim akan memberikan pukulan berat bagi sektor industri tembakau.
Sebab nantinya akan terjadi kenaikan harga bahan baku, terutama tembakau dan cengkih.
Harga tembakau akan naik, karena petani tembakau tidak lagi mendapatkan pupuk bersubsidi.
Sementara produsen juga tertekan karena harga cukai yang dinaikkan.
"Dalam industri, komponen upah tidak bisa dimainkan karena sudah diatur pemerintah lewat UMR (upah minimum regional) maupun UMK (upah minimum kabupaten). Biasanya yang bisa disesuaikan hanya komponen bahan baku, yaitu tembakau dan cengkih," katanya.
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2022