Hipertensi jadi faktor risiko utama stroke

31 Agustus 2022 14:08 WIB
Hipertensi jadi faktor risiko utama stroke
Dokter Spesialis Saraf RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, saat diskusi daring "Waspada Hipertensi Merusak Otak" di Jakarta Rabu (31/8/2022) (ANTARA/Maria Cicilia Galuh)
Hipertensi dapat menyebabkan gumpalan darah otak mengeras dan aliran darah menuju otak terhambat sehingga memicu terjadinya stroke, mulai dari skala ringan hingga berat bahkan mengancam jiwa jika tidak segera ditangani

Dokter Spesialis Saraf RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, mengatakan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko utama dari kejadian stroke.

Baca juga: Studi: Peningkatan frekuensi tidur siang bisa picu hipertensi esensial

"Bila arteri yang tersumbat ada di bagian otak, hal ini akan membuat otak tidak mendapatkan aliran darah dan oksigen yang cukup, sehingga semakin lama semakin banyak sel atau jaringan otak yang mulai mati," ujar dr. Eka dalam diskusi daring "Waspada Hipertensi Merusak Otak" di Jakarta, Rabu.

Setiap kenaikan tekanan darah sistolik 2 mmHg akan meningkatkan risiko stroke 10 persen pada orang dewasa. Hipertensi sendiri ditemukan pada 64-70 persen kasus Stroke.

Secara mekanisme, tekanan darah tinggi pada dasarnya menyebabkan kerusakan sel dinding pembuluh darah dan mengganggu fungsi dari otot di dinding pembuluh darah nadi arteri.
Kondisi ini dapat membuat arteri menjadi kaku dan tersumbat.

Baca juga: Hipertensi dan kolesterol dominan diderita jamaah calon haji Aceh

Lebih lanjut, dr. Eka mengatakan hal ini dapat membuat seseorang berada pada risiko stroke yang jauh lebih tinggi.

Kerusakan endotel atau sel dinding pembuluh darah dan lapisan otot pembuluh darah arteri karena hipertensi, juga dapat menyebabkan penipisan dinding pembuluh darah arteri di otak sehingga dapat mengakibatkan arteri bisa mudah pecah dan menyebabkan perdarahan di otak.

Hipertensi sendiri merupakan penyakit kronik yang tidak bisa disembuhkan. Jika tekanan darah seseorang sudah mencapai target bukan berarti dia sembuh, tapi terkontrol.

"Kalau sudah terkontrol maka diharapkan bisa menghindari komplikasinya, salah satunya kerusakan otak seperti stroke," kata dr. Eka.

Namun, dr. Eka mengatakan banyak orang tidak mengetahui bahwa dirinya telah menderita tekanan darah tinggi karena seringkali tidak adanya gejala.

Sering sekali seseorang terserang stroke tiba-tiba karena hipertensinya, tetapi penderita tidak pernah tahu bahwa dirinya memiliki hipertensi. Penyakit stroke sendiri merupakan penyebab kematian kedua dan penyebab disabilitas ketiga di dunia.

Baca juga: Jamaah haji jangan abaikan hipertensi bisa memicu jantung

Pada 2021, secara global, diperkirakan 1 di antara 4 orang dewasa berusia di atas 25 tahun pernah mengalami Stroke. Diperkirakan 13,7 juta penduduk dunia mengalami Stroke pertama pada tahun tersebut dan lebih dari 5,5 juta meninggal.

Dari segi beban ekonomi untuk Indonesia, Hipertensi merupakan salah satu penyakit katastropik dan menyerap anggaran BPJS yang cukup besar. Menurut data BPJS, pembiayaan Hipertensi tahun 2016 meningkat hampir 2 kali lipat dibandingkan 2 tahun sebelumnya.

Menurut BPJS Kesehatan, stroke menjadi salah satu yang memiliki biaya tertinggi, mencapai Rp2,56 triliun pada 2018. Inilah mengapa Stroke perlu diperhatikan dengan serius.

Langkah paling awal untuk mencegah stroke adalah dengan mengendalikan tekanan darah. Selain untuk pencegahan primer stroke, penurunan tekanan darah juga penting mencegah berulangnya penyakit tersebut.

Baca juga: 15.300 jamaah haji Indonesia dengan komorbit hipertensi

Penurunan tekanan sistolik 10 mmHg akan menurunkan risiko stroke hingga 27 persen dan besarnya penurunan tekanan darah secara linear akan mengurangi risiko stroke berulang.

dr. Eka menjelaskan hal pertama yang perlu diperhatikan dalam mencegah hipertensi adalah mengenali faktor-faktor risiko yang bisa menyebabkan hipertensi itu sendiri, seperti usia, obesitas, makanan yang terlalu mengandung garam dan sedikit kalium, kurangnya berolahraga, merokok dan konsumsi alkohol, hingga stres.

"Faktor risiko tersebut mampu membuat tekanan darah tidak stabil. Saat ini, ada dua faktor risiko tambahan yang juga perlu diperhatikan seperti udara dingin dan polusi udara," kata dr. Eka.

Hipertensi cenderung lebih tinggi saat udara dingin. Hal ini karena suhu rendah bisa membuat pembuluh darah menyempit secara sementara.

Kondisi tersebut mampu meningkatkan tekanan darah karena akan lebih banyak tekanan yang diperlukan untuk memaksa darah melewati pembuluh darah lewat arteri yang menyempit.

Sedangkan terkait polusi, banyak penelitian menunjukkan selain menyebabkan hipertensi, polusi udara juga meningkatkan risiko terjadinya stroke. Kejadiannya berhubungan dengan lama paparan, usia dan adanya risiko penyakit kardiovaskular seperti diabetes.

Emisi dari kendaraan bermotor merupakan penyebab utama (lebih dari 90 persen) polusi udara di daerah urban.

Sebuah penelitian pada 2020 menunjukkan secara bermakna paparan jangka lama terhadap PM2.5 (partikulat / partikel kecil polusi udara) akan meningkatkan risiko stroke iskemik dan stroke perdarahan.

Ditambah lagi beberapa gaya hidup masyarakat perkotaan juga mampu memicu hipertensi seperti diet yang tidak sehat dan cenderung memiliki gaya hidup yang sedenter. Gaya hidup tersebut dapat meningkatkan risiko hipertensi, yang merupakan faktor penyebab stroke.

Masyarakat dihimbau untuk mengenali dan mengendalikan tekanan darah sendiri untuk menghindari penyakit berbahaya yang tidak diinginkan.

Salah satu bentuk kontrol tekanan darah yaitu dengan rajin mengukur tekanan darah sendiri dengan home blood pressure monitoring (HBPM).

"Pasien penderita hipertensi harus terus patuh dalam menjalani pengobatan dan pengukuran tekanan darah secara benar dan berkala. Pasien Stroke pun harus mengelola hipertensinya dengan baik agar tidak semakin parah dan berakibat kecacatan menetap atau kematian," ujar dr. Eka.



Baca juga: Dinkes: Hipertensi dominan diderita calon haji Aceh Timur

Baca juga: Dokter: Batasi konsumsi makanan asin bagi calon haji dengan hipertensi

Baca juga: Pengidap hipertensi yang tak patuh minum obat berisiko kena komplikasi

Pewarta: Maria Cicilia
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2022