• Beranda
  • Berita
  • Kemenkes tambah jejaring laboratorium Skrining Hipotiroid Kongenital

Kemenkes tambah jejaring laboratorium Skrining Hipotiroid Kongenital

1 September 2022 16:27 WIB
Kemenkes tambah jejaring laboratorium Skrining Hipotiroid Kongenital
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono saat meninjau hasil Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir di Puskesmas Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Rabu (31/8/2022). ANTARA/HO-Kemenkes.

Sekarang baru ada empat laboratorium yang bisa melakukan pemeriksaan SHK. Dengan keinginan untuk melakukan pemeriksaan kepada seluruh bayi baru lahir, maka perlu meningkatkan jumlah laboratorium

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menambah fasilitas laboratorium untuk jejaring layanan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada setiap bayi yang baru lahir.

"Sekarang baru ada empat laboratorium yang bisa melakukan pemeriksaan SHK. Dengan keinginan untuk melakukan pemeriksaan kepada seluruh bayi baru lahir, maka perlu meningkatkan jumlah laboratorium," kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

Pada tahun i2022 ni, Kemenkes menambah tujuh fasilitas laboratorium pemeriksa SHK yaitu di RSUP Karyadi Semarang, RSUP Adam Malik Medan, RSUP Dr M Djamil Padang, RSUP M Hoesin Palembang, RSUP Prof Dr IG Ngoerah Denpasar, RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo Makassar dan RSUP Dr R.D Kandouw Manado.

Menurut dia penambahan laboratorium dilakukan secara bertahap. Saat ini telah dilakukan koordinasi secara intens dengan rumah sakit terkait. "Harapannya dalam waktu dekat bisa segera terealisasi," katanya.

Wamenkes mengatakan kelainan hormon tiroid atau Hipotiroid Kongenital (HK) pada bayi lahir berisiko tinggi menyebabkan masalah kesehatan serius.

"Kalau anak-anak memiliki hormon tiroid normal, maka pertumbuhan dan perkembangannya akan berlangsung dengan baik dan optimal. Tinggi badan dan berat badannya cukup, kecerdasannya juga bagus,” katanya.

Menurutnya diperlukan penanganan sedini mungkin, mengingat hormon tiroid memiliki peran penting untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kekurangan hormon tiroid dapat mengganggu perkembangan dan pertumbuhan terutama pada saraf otak anak. Temuan kasus dan pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan anak mengalami kecacatan maupun keterbelakangan mental.

Ia mengatakan SHK dapat mendeteksi dini gejala tersebut sehingga bisa dilakukan pengobatan. "Pemberian terapi sebelum anak berusia 1 bulan dapat mencegah terjadinya kerusakan pada saraf otak, sehingga anak dapat tumbuh dengan baik," ujarnya.

Pemeriksaan hormon tiroid pada anak dilakukan dengan pengambilan dua sampai tiga tetes sampel darah yang diambil dari tumit bayi yang berusia 48 sampai 72 jam oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Di Indonesia, pelaksanaan SHK telah dimulai sejak tahun 2003 melalui kerja sama antara Kementerian Kesehatan dengan RSHS Bandung dan RSCM Jakarta untuk melakukan uji skrining hipotiroid kongenital.

Hingga 2020, terdata lebih dari 4.000 fasyankes telah melaksanakan SHK dengan pemeriksaan laboratorium di empat RS vertikal, di antaranya RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo, RSUP Dr. Hasan Sadikin, RSUP dr. Sardjito dan RSUD dr. Soetomo.

Capaian tersebut, kata Wamenkes, masih belum optimal karena belum semua fasyankes di semua Kabupaten/Kota menerapkan pemeriksaan HK.

Guna meningkatkan cakupan pelayanan SHK, Kementerian Kesehatan melakukan berbagai upaya di antaranya membuat materi edukasi, melakukan sosialisasi, pelatihan, menyiapkan anggaran pelaksanaan skrining, sistem pencatatan dan pelaporan, demikian Dante Saksono Harbuwono .

Baca juga: Kemenkes wajibkan skrining Hipotiroid Kongenital pada bayi baru lahir

Baca juga: Cegah hipotiroid, bayi usia tiga hari perlu di skrining

Baca juga: Cegah hipotiroid, bayi usia tiga hari perlu di skrining

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022