"Saya minta pimpinan yang terhormat, kami mendukung Komisi II untuk mari bersama-sama dengan rakyat, kita perangi mafia tanah dengan menghadirkan satgas atau apapun bentuknya. Di pundak kalian kami masyarakat menaruh harap," kata Hendrikus Hali Atagoran, mewakili kantor hukum Agus Widjajanto & Partners.
Dukungan itu diberikan langsung dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan beberapa elemen masyarakat di antaranya Perhimpunan Petani Konawe Selatan, Paguyuban Masyarakat Citanam Bersatu, Masyarakat Veteran Pejuang Medan, Kelompok Masyarakat Sadar Tertib Tanah Way Dadi di Bandar Lampung.
Selanjutnya warga korban tanah PT KAI Kelurahan Pasir Gintung Bandar Lampung, Pattuhan Munthe Partibi Lama, Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia dan Agus Widjajanto & Partners).
Baca juga: Jaksa Agung maksimalkan operasi intelijen dalam tangani mafia tanah
Di hadapan Panja Mafia Tanah, Atagoran mengungkapkan, selama ini masyarakat telah mendapatkan banyak pengalaman yang 'menarik' terkait permasalahan tanah. Dimana banyak menduga dengan kuat adanya oknum di internal Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Ia menyinggung permasalahan yang tengah dia tangani.
"Ketika kami mengajukan gugatan terkait soal lahan di daerah Hambalang. Proses persidangan sedang berjalan, ATR/BPN kami tarik juga sebagai pihak di dalam gugatan yang kami ajukan, tiba-tiba masuk agenda pembuktian, ada sertifikat yang dikeluarkan ATR/BPN," jelasnya.
Padahal, ketika permasalahan tengah berproses di pengadilan dan belum mendapatkan kekuatan hukum tetap, maka segala proses sertifikasi di ATR/BPN dihentikan. Nyatanya, dalam ketika proses persidangan berjalan ATR/BPN setempat justru menerbitkan sertifikat dari salah satu pihak yang berperkara.
Baca juga: Jokowi: Kalau ada mafia tanah silakan detik itu juga digebuk
"Sampai hari ini begitu banyak masyarakat di republik ini yang belum mendapatkan keadilan, belum merasakan kehadiran Negara untuk melindungi rakyatnya," katanya menegaskan.
Terkait aduan itu, anggota Panja Mafia Tanah Komisi II DPR, Guspardi Gaus, mengatakan, kehadiran langsung beberapa elemen masyarakat mengadukan permasalahan tanah ke DPR sangat tepat. Dari aduan yang masuk, Komisi II akan segera menindaklanjuti agar masyarakat mendapatkan keadilan.
"Kehadiran bapak ibu sangat tepat mendatangi kami Komisi II yang membidangi apa yang bapak ibu sampaikan," katanya.
Menurut dia, mereka hampir setiap hari mendapatkan aduan atau laporan dari masyarakat terkait mafia tanah. Komisi II juga terus berkoordinasi dengan ATR/BPN dan kementerian terkait mencari solusi untuk masyarakat.
Baca juga: Warga Gunung Sahari khawatir rencana eksekusi lahan oleh mafia tanah
"Kami sudah pernah ke Karo (Sumatera Utara) dipimpin Pak Junimart Girsang dan langsung mendatangi tempat-tempat yang bermasalah. Artinya adalah bahwa Komisi II DPR sangat serius menyikapi yang bapak ibu sampaikan," katanya menegaskan.
Sekedar diketahui, dugaan adanya pelanggaran hukum merujuk pada penerbitan Sertifikat HGB No 3037/Hambalang. Padahal, di saat bersamaan, obyek tanah tersebut masih dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dugaan pelanggaran itu juga itu telah dilaporkan ke Ombudsman RI.
Kuasa hukum PT Propindo Utama Karya, Agus Widjajanto SH, mengungkapkan, status tanah seluas 2.117.500 meter persegi yang terletak di Citeureup, Kabupaten Bogor, dinyatakan status quo terhadap PT Buana Estate dan PT Genta Prana.
Baca juga: Kementerian ATR/BPN gandeng ANRI arsipkan dokumen pertanahan
Pasalnya, ada dua putusan pengadilan yang berbeda yaitu putusan PN Cibinong dan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Hal itu juga disebutkan dalam surat Menteri ATR/BPN pada 22 April 2019 nomor PN.05.01/650-IV/2019.
PT Buana Estate dengan PT Genta Prana kemudian mengadakan Perdamaian atas Tanah Obyek Sengketa. Akan tetapi, tiba-tiba muncul sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 3037/Hambalang yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Pusat atas nama PT Buana Estate terbit.
Pewarta: Fauzi
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2022