Swiatek dikenal sebagai petenis spesialis lapangan tanah liat. Terbukti, dari tiga gelar Grand Slam yang diraih, dua di antaranya didapat di Roland Garros. Dia juga memenangi dua turnamen tanah liat WTA di Stuttgart dan Roma tahun ini.
Namun petenis Polandia itu mampu menaklukkan lapangan keras Flushing Meadows untuk merebut gelar Grand Slam keduanya tahun ini setelah mengalahkan Ons Jabeur di final US Open, pekan lalu. Kemenangan itu seakan menjadi awal era baru tenis putri setelah Serena Williams.
Gelar di US Open dan kemenangannya di French Open Juni lalu melengkapi tujuh turnamen yang dia menangkan tahun ini, termasuk 37 kemenangan beruntun yang dia catatkan hingga akhirnya mendominasi peringkat teratas ranking WTA.
Baca juga: Juara US Open, Swiatek makin nyaman jadi peringkat satu dunia
Petenis berusia 21 tahun itu mengatakan bahwa kemenangan di New York menjadi titik balik psikologis untuk permainannya. Sebagai petenis yang memfavoritkan bertanding di lapangan tanah liat, Swiatek berharap bisa nyaman bermain dengan jenis lapangan apa pun.
"Pada awal musim, saya menyadari mungkin saya punya hasil bagus di turnamen WTA. Saya juga melaju ke semifinal Australian Open," ujarnya, dikutip dari AFP, Senin.
"Tapi saya tidak yakin saya berada dalam level permainan untuk memenangi gelar Grand Slam, terutama US Open yang memiliki permukaan lapangan yang cepat,"
"Kemenangan itu bukan hal yang saya duga sebelumnya. Ini juga menjadi bukti bagi saya bahwa tak ada batasan untuk meraih prestasi," pungkas dia.
Baca juga: Swiatek jadi wanita Polandia pertama capai perempat final US Open
Pewarta: Shofi Ayudiana
Editor: Teguh Handoko
Copyright © ANTARA 2022