Pernyataan tersebut disampaikan Guterres dalam konferensi pers di kota pelabuhan Karachi di Pakistan selatan dalam kunjungannya ke sejumlah daerah yang terdampak banjir di negara itu.
"Dampak tersebut kini semakin meroket," katanya, seraya menambahkan bahwa "orang-orang yang hidup dalam kondisi kerentanan iklim yang tinggi, termasuk di Asia Selatan, 15 kali lebih mungkin meninggal akibat dampak iklim."
Hampir setengah dari umat manusia kini berada dalam kategori ini dan sebagian besar berada di negara-negara berkembang, ujar Guterres.
Pascabencana banjir yang dialami Pakistan, Guterres meminta masyarakat internasional untuk merancang sebuah mekanisme baru penghapusan utang (debt relief) bagi negara-negara yang terdampak.
Lebih lanjut, dia menganjurkan sebuah mekanisme pertukaran utang (debt swap), yang memungkinkan suatu negara, alih-alih membayar utang kepada kreditur, dapat menggunakan uang itu untuk berinvestasi dalam ketahanan iklim, infrastruktur berkelanjutan, dan dalam transisi hijau perekonomian mereka.
Sebelumnya dalam sebuah konferensi pers pada Jumat (9/9), menanggapi Xinhua terkait emisi karbon oleh negara-negara maju selama berabad-abad, Guterres menyerukan dukungan efektif dari negara-negara maju bagi negara-negara berkembang yang paling terdampak guna membangun ketahanan dan beradaptasi dengan lingkungan.
"Ini bukan masalah kemurahan hati. Ini merupakan masalah keadilan," katanya.
Sekjen PBB pada Sabtu, bersama dengan Perdana Menteri Pakistan Shahbaz Sharif dan para pejabat lainnya, mengunjungi sejumlah daerah yang terkena banjir di Provinsi Sindh di Pakistan selatan dan Provinsi Balochistan di Pakistan barat daya.
Selain mengunjungi situs Warisan Dunia UNESCO Mohenjo Daro di Provinsi Sindh, yang rusak akibat banjir, Guterres juga bertemu dengan para pengungsi di provinsi Sindh dan Balochistan.
Sang sekjen juga melihat secara menyeluruh situasi dan kerusakan akibat banjir tersebut dari udara.
Pewarta: Xinhua
Editor: Desi Purnamawati
Copyright © ANTARA 2022