"Perlu. Jujur saja untuk masalah digitalisasi," kata Hinsa di Kantor BSSN, Sawangan, Depok, Jawa Barat, Selasa.
Hinsa menanggapi kasus kebocoran data nasional oleh peretas yang mengaku sebagai "Bjorka". Optimalisasi terhadap tiga hal pokok dalam upaya membangun keamanan siber itu, lanjutnya, perlu dilakukan mengingat dampak pandemi COVID-19 membuat masyarakat secara masif memasuki ruang siber.
Pertama, katanya, perlu optimalisasi sumber daya manusia (SDM) dalam membangun keamanan siber. Sistem keamanan siber separuhnya ditopang oleh peran SDM yang mumpuni, tambahnya.
Baca juga: Kepala BSSN minta masyarakat tetap tenang soal dugaan kebocoran data
Dia mengatakan SDM Indonesia yang andal dalam menangani masalah siber perlu ditingkatkan. Hal itu menjadi sangat penting karena muncul paradigma baru dalam bermasyarakat yang kini hidup dalam era digital atau era ruang siber.
"Sumber daya manusia untuk yang mengawaki, ahli-ahli di bidang digital, banyak; tapi untuk masalah cyber security- perlu banyak juga," imbuhnya.
Kedua, lanjutnya, perlu optimalisasi prosedur, peraturan, sistem tata kelola, maupun standar-standar tertentu. Terkait hal tersebut, Hinsa berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) dapat segera disahkan, termasuk pentingnya merumuskan RUU tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS).
"Ketiga, baru teknologi," ujarnya.
Senin (13/9), Hinsa dipanggil Presiden Joko Widodo untuk mengikuti rapat internal bersama dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate.
Rapat internal tersebut digelar beberapa hari setelah korespondensi Presiden Jokowi diduga bocor di dunia maya.
Baca juga: BSSN masih telusuri latar belakang peretas Bjorka
Baca juga: BSSN berkoordinasi dengan Kemensetneg telusuri dugaan kebocoran data
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022