Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, mendaftarkan indikasi geografis tanaman gambir di Desa Toman ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM untuk memberikan kekuatan hukum jika terjadi tindak pemalsuan dan kecurangan.“Jika sudah memiliki label Indikasi Geografis, setidaknya jika ada kecurangan atau pemanfaatan label yang merugikan maka sudah ada antisipasi-nya,” kata Apriyadi.
Pj Bupati Musi Banyuasin Apriyadi di Sekayu, Kamis, mengatakan Pemkab menilai untuk tanaman gambir ini harus memiliki indikasi geografis karena sudah demikian lekat dengan kehidupan sosial masyarakat Musi Banyuasin.
“Jika sudah memiliki label Indikasi Geografis, setidaknya jika ada kecurangan atau pemanfaatan label yang merugikan maka sudah ada antisipasi-nya,” kata Apriyadi.
Indikasi Geografis (IG) adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan reputasi, kualitas dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Keuntungan jika IG terdaftar diantaranya, adanya jaminan originalitas produk dan jaminan standar kualitas sesuai dokumen deskripsi, jaminan pengawasan terhadap penyalahgunaan terhadap label IG terdaftar, serta jaminan pemakaian label IG bisa menjadi salah satu sarana promosi.
Kerugian jika IG tidak terdaftar yakni dapat mengakibatkan pihak lain (asing atau domestik) memanfaatkan secara ekonomi untuk kepentingan individu, dan hal itu akan merugikan kepentingan masyarakat yang selama ini membuat dan memperdagangkan produk tersebut.
Gambir merupakan tanaman spesifik yang berlokasi di wilayah Kabupaten Muba, yang sejak lama diusahakan warga Desa Toman, Kecamatan Babat Toman.
Kondisi alam Desa Toman membuat tanaman gambir memiliki kekhasan dibandingkan dengan gambir di daerah lain.
Karakteristik dan kekhasan dari gambir di Desa Toman Kabupaten Muba tidak terlepas dari proses pengolahan yang dilakukan oleh petani, di mulai dari pelayuan daun, penghalusan sampai dengan dua kali kempa, pembekuan getah sampai pencetakan menjadi getah gambir kering.
Cetakan gambir kering berbentuk persegi panjang dengan warna kuning kecoklatan, dan satuan ukuran yang digunakan jaras, dalam satu kilogram berisi kurang lebih tiga jaras.
Selain getah gambir kering, hasil samping proses pengolahan getah gambir berupa ayo pengampe saat ini dijadikan bahan pewarna tekstil alami yang memunculkan warna khas pada kain yang dikenal dengan nama jumputan gambo.
Pemkab Muba dalam upaya menjaga aset lokal ini memberikan dukungan atau pembentukan organisasi perlindungan indikasi geografis gambir, dalam suatu wadah lembaga yang dikenal dengan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) Gambir Gindesugi Muba.
Produk yang akan diajukan ke dalam perlindungan indikasi geografis ke Kemenkumham, antara lain getah gambir kering yang berbentuk persegi panjang seperti wafer, dan air hasil pengolahan getah gambir berbentuk cairan berwarna kuning, cokelat, cokelat kemerahan yang dikenal dengan nama ayo pengampe.
Gambir yang berasal dari Desa Toman Kabupaten Muba terkenal sebagai gambir bermutu tinggi dengan ciri dan kualitas yang spesifik sehingga layak dijual dengan harga yang tinggi, kata dia.
Dengan dilakukannya pemeriksaan substantif, diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap gambir dari Desa toman dari pemalsuan dan perdagangan curang, kata dia.
Pemeriksa Merek Muda Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham mengatakan pemeriksaan substantif permohonan Indikasi Geografis Gambir Toman Kabupaten Muba ini penting dilakukan untuk menghindari terjadinya pemalsuan dan kecurangan.
Nantinya, Kabupaten Muba sebagai pemilik mempunyai hak untuk menuntut secara pidana dan menggugat secara perdata terhadap para pelanggar-nya.
“Hari ini kami datang ke sini untuk meninjau secara langsung lokasi tanaman dan produksi gambir di Desa Toman,” katanya.
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022