Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengatakan koperasi sebagai soko guru ekonomi nasional itu masih cita-cita karena dalam praktiknya belum pernah koperasi menjadi kekuatan ekonomi di Indonesia.
“Hari ini saja, koperasi di Indonesia baru sekitar 8,41 persen dan di tingkat internasional, warga dunia yang sudah berkoperasi 16 persen,” ujarnya dalam Kuliah Tamu di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia yang dipantau secara virtual, Jakarta, Jumat.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2020, jumlah koperasi di Indonesia sebanyak 127.846 unit dengan anggota sekitar 27,1 juta orang serta jumlah aset sekitar Rp250,98 triliun. Menurut dia, jumlah aset yang dimiliki koperasi dinilai masih kecil oleh beberapa korporasi besar.
Meskipun begitu, lanjut Teten, koperasi memiliki kemampuan daya tahan yang luar biasa. Ketika krisis moneter tahun 1998, banyak nasabah yang menarik uang tunai di berbagai bank sehingga institusi finansial tersebut mengalami kolaps.
Namun, di koperasi model simpan pinjam, tidak ada anggota yang menarik simpanan dari badan usaha itu karena koperasi dimiliki oleh anggota.
“Kehebatan koperasi itu adalah semua orang yang bergabung dalam koperasi menjadi pemiliknya, menjadi tuannya sendiri, sehingga mereka ada trust (kepercayaan) satu sama lain,” ucap dia.
Memasuki krisis pandemi COVID-19, sebutnya, ada anomali disebabkan fenomena delapan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) yang gagal bayar sebesar Rp26 triliun.
Teten merasa kesulitan mencari solusi jangka pendek menimbang koperasi belum memiliki ekosistem baik sebagaimana bank yang memiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas guna mengurus bank gagal bayar. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga akan menanggung simpanan di bawah Rp2 miliar seandainya bank gagal bayar.
“Nah, koperasi tidak ada yang mengatur itu. Ini PR (pekerjaan rumah) saya sekarang akan merevisi undang-undang koperasi supaya ekosistemnya bagus,” kata Menkop.
Setelah pertemuan Kementerian Koperasi dan UKM dengan OJK, pihaknya berkesimpulan untuk mendorong koperasi yang telah berpraktik seperti shadow banking masuk ke dalam industri keuangan agar OJK dapat mengawasi. Apabila koperasi bermasalah tersebut hendak tetap berkoperasi, maka harus tunduk dengan aturan yang telah berlaku.
“Koperasi tidak boleh punya caranya sendiri. Kalau koperasi tetap melakukan praktik shadow banking, maka akan kita bubarkan,” ungkap Teten.
Baca juga: Menkop Teten minta swasta bangun kemitraan dorong kapasitas UMKM
Baca juga: Teten: Program solar untuk koperasi nelayan di Surabaya siap uji coba
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022