Di era transformasi digital, hampir seluruh kegiatan masyarakat dari berbagai kalangan, gender dan usia menjadi tak pernah lepas dari smartphone atau ponsel pintar. Merek-merek ponsel pintar terbaru pun banyak bermunculan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Salah satu ponsel yang kini banyak digandrungi adalah POCO. Produk-produk dari merek tersebut kerap menjadi pilihan, terutama bagi kaum milenial, Gen Z dan Alpha, yang membutuhkan ponsel untuk menunjang produktivitas hingga hiburan, termasuk gaming.
ANTARA berkesempatan melihat langsung proses perakitan ponsel pintar POCO di pabrik perakitan yang berlokasi di Batam, Kepulauan Riau, yakni PT. Sat Nusapersada.
Kunjungan ke pabrik perakitan didampingi oleh Head of Marketing POCO Indonesia Andi Renreng dan Manajer Produksi PT. Sat Nusapersada Simon. Adapun ponsel yang sedang dirakit pada saat kunjungan adalah POCO F4 Series.
"Ini adalah rangkaian komitmen kami kepada Indonesia untuk mematuhi peraturan pemerintah mengenai TKDN (tingkat komponen dalam negeri). Dan kalau dilihat, kami sudah lebih dari 30 persen TKDN-nya," kata Andi saat membuka kunjungan, Senin (19/9).
Sementara untuk nilai TKDN F4 GT, Simon menambahkan sudah lebih dari 36 persen. Dia pun menjelaskan bahwa dalam satu line perakitan POCO F4 akan ada 90 proses, sedangkan untuk POCO F4 GT ada 24 proses. Pasalnya untuk ponsel POCO F4 GT, tidak ada proses assembly seperti POCO F4.
"Jadi barang sudah ready dari China masuk ke Indonesia, kita buka kami pastikan barang dalam kondisi oke. Baru akan kami lanjutkan ke proses injeksi software, kemudian komplit sampai packaging," ujar Simon.
Perakitan POCO F4, dimulai dengan proses pre-assembly, di mana para pegawai memeriksa dan memastikan bahwa komponen-komponen dasar dan material yang diimpor memiliki kualitas yang baik.
Setelah dipastikan tak ada masalah dengan komponen dan material dasar, POCO F4 pun memasuki proses assembly atau perakitan. Pegawai mulai memasangkan antena, lalu kabel untuk koneksi jaringan 3G, 4G, maupun 5G. Kemudian pemasangan tiga kamera belakang, yakni kamera utama 64 MP, kamera ultrawide 8 MP, dan macro lens 2 MP.
Simon menjelaskan, setiap komponen yang dipasang secara manual oleh pegawai pada ponsel selalu dilakukan scan serial number untuk dimasukkan ke dalam database bahwa ponsel tersebut dirakit di Indonesia.
"Semua di-scan, di simpan dalam database, karena material yang dikirim itu khusus untuk Indonesia. Jika masuk customer service, dia tinggal scan barcode-nya langsung ketahuan produksinya dibuat di Indonesia," katanya.
Komponen-komponen yang telah dipasang itu kemudian diinspeksi oleh bantuan mesin. Tujuannya, untuk memastikan bahwa setiap komponen berada dalam posisi yang tepat.
"Kemudian, masuk ke proses testing power. Kalau bahasa umumnya, handphone ini setengah jadi, tanpa baterai. Jadi kami menggunakan power mesin testing ini untuk menghidupkan dia. Kami test apakah layarnya hidup, apakah berfungsi, apakah USB-nya bisa dibaca. Kalau sudah pasti hidup, baru boleh kami pasang baterai," jelas Simon.
Jika baterai sudah terpasang, perakitan pun berlanjut. Seluruh komponen direkatkan dengan baut agar tidak lepas. Setelah itu, masuklah ke bagian yang paling penting, yaitu pemasangan IMEI berdasarkan Print Cicuit Board (PCB).
Setelah semua proses tersebut, ponsel POCO F4 sudah bisa dihidupkan. Pegawai pun melakukan pengetesan untuk memastikan tak ada masalah dengan layar ponsel. Kemudian, ponsel juga diperiksa kebersihannya, Pegawai memastikan ponsel tidak kotor dan tidak berminyak sebelum dipasang back cover. Begitu juga pada kamera, pegawai melakukan inspeksi di sebuah bilik khusus untuk memastikan lensa kamera tidak berdebu.
Proses perakitan selesai. Ponsel POCO F4 kini memasuki proses testing atau pengecekan. Pengecekan pertama yang dilakukan adalah terkait konektivitas, mulai dari 3G, 4G, dan 5G, hingga WiFi.
Selanjutnya, layar ponsel akan kembali dicek. Jika sebelumnya layar dicek oleh mata manusia, kini yang melakukan pengecekan adalah mesin. Kemudian, auto-brightness layar ponsel juga ikut dicek untuk memastikan fitur tersebut dapat berfungsi dengan baik. Pengecekan pun berlanjut ke fitur charging, audio, speaker, NFC, kamera, dan fitur-fitur lainnya.
"Kemudian ada juga AGS dan ACC. Untuk AGS ini adalah pengecekan gravity, di mana kalau handphone diletakkan di atas meja dia flat. Biasanya ini fungsinya untuk kompas. ACC ini untuk main game, bisa belok kiri, belok kanan," tutur Simon.
"Kemudian ada proses testing kamera depan, kamera belakang yang terdiri dari 64 MP, 8 MP, dan 2 MP. Ada proses untuk foto jarak dekat, jarak jauh, jarak lebar. Nanti ada foto 64 MP, ada foto besar, tele, makro. Manusia tidak bisa deteksi debu, tapi mesin bisa. Jadi ini memastikan tidak ada satu titik debu pun yang lewat. Setelah itu ada pengetesan kamera OIS," sambungnya.
Kemudian, ada proses aging di mana ponsel akan di-charge selama delapan jam dalam keadaan menyala dan membuka berbagai macam aplikasi, mulai dari kamera, video, hingga musik.
"Ini untuk memastikan handphone tidak mati, berarti bisa dipakai berbagai user. Karena ada user yang dia mau tidur, dia nge-charge handphone-nya dari malam sampai pagi. Di sinilah testing-nya untuk memastikan handphone tidak over atau meledak," ujar Simon.
Setelah di-charge selama delapan jam, ponsel memasuki proses P2I di mana ponsel dikeringkan kemudian disemprotkan cairan untuk melihat bahwa ponsel tahan terhadap percikan air. Selanjutnya, ponsel juga melakukan pengujian audio untuk memastikan audio tetap prima, meski telah dibiarkan menyala delapan jam dan disemprot air di proses sebelumnya, serta pengujian layar OLED.
"Setelah pengecekan layar menggunakan mesin, sekarang pengecekan oleh manusia sekali lagi. Layarnya dilihat lagi, tes audio menggunakan headset. Kemudian tes lagi kameranya menggunakan manusia," imbuh Simon.
Tahapan selanjutnya, ponsel pun melewati tahapan penulisan IMEI. Sebelumnya IMEI disuntikkan berdasarkan PCB. Namun, karena baterai cover sudah ditutup, maka IMEI ikut tertutup, sehingga IMEI perlu kembali ditempelkan dari luar ponsel.
"Setelah itu, ada tim quality control yang mengetes semua yang sudah kita tes sebelumnya. Jadi kita betul-betul menjaga kualitas kita di sini, baik dari visual maupun function, dites lagi," kata Simon.
Setelah dipastikan tak ada masalah, ponsel kemudian dipasang sistem operasi MIUI 13. Jika sudah siap, layar akan hidup. Tak berhenti sampai di situ, tim quality control juga akan mengetes sekali lagi apakah ponsel dapat berfungsi dengan baik setelah dipasangkan MIUI 13.
Jika semua dalam keadaan baik, maka ponsel langsung memasuki proses pengemasan. Ponsel akan dipasang antigores lalu dimasukkan ke dalam boks bersama aksesorisnya seperti kabel USB, hingga panduan penggunaan ponsel.
Meski telah dimasukkan ke dalam boks, pengecekan pun akan dilakukan kembali untuk memastikan seluruh kelengkapan dan fungsinya. Jika ada masalah, maka proses perakitan pun akan diulang dari awal. Hal tersebut dilakukan guna memastikan produk yang dilepas ke pasaran sudah layak dan sesuai dengan keinginan POCO Indonesia untuk membawa produk berkualitas tinggi ke tangan masyarakat.
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022