• Beranda
  • Berita
  • Polisi ungkap kasus mafia tanah di Halmahera Tengah

Polisi ungkap kasus mafia tanah di Halmahera Tengah

22 September 2022 17:13 WIB
Polisi ungkap kasus mafia tanah di Halmahera Tengah
Kabid Humas Polda Malut Kombes Polisi Michael Irwan Thamsil didampingi Kabag Wassidik AKBP Hengky Setyawan dan Kasubdit l Kompol Moh. Arinta Fauzi saat merilis kasus mafia tanah di Kabupaten Halmahera Tengah, Kamis (22/9/2022). (ANTARA/Abdul Fatah)
Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Maluku Utara mengungkap kasus mafia tanah di Kabupaten Halmahera Tengah dengan modus operandi melalui pemalsuan surat-surat akta otentik dan menetapkan empat orang tersangka, salah satunya mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional.

Kepala Bidang Humas Polda Maluku Utara Komisaris Besar Polisi Michael Irwan Thamsil saat merilis kasus tersebut di Ternate, Kamis, mengatakan empat orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus mafia tanah ini masing-masing WL alias Togo yang merupakan mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Halmahera Tengah, YI alias Yermia selaku Kepala Desa Nusliko, serta dua orang lainnya UB alias Umar dan DI alias Dani.

Kasus dugaan pemalsuan akta tanah itu terjadi dalam kurun waktu Agustus 2018 sampai Februari 2019. Modusnya dengan cara memasukkan keterangan palsu dalam suatu akta otentik hingga timbulnya sertifikat hak milik baru dalam bidang tanah yang telah dilekati dengan bukti kepemilikan yang sah berupa SHM Nomor 03 Tahun 1969 atas nama Hadijah Assagaf dan SHM Nomor 04 Tahun 1969 atas nama Fariz Assagaf melalui program strategis nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2018 untuk bidang tanah yang berada di Desa Nusliko.

"Akibat dari perbuatan para pelaku, korban Idrus Assagaf mengalami kerugian kehilangan hak penguasaan dan hak materi," kata Michael yang didampingi Kabag Wassidik Ditreskrimum Polda Maluku Utara Ajun Komisaris Besar Polisi Hengky Setyawan dan Kasubdit l Komisaris Polisi Moh. Arinta Fauzi.

Menurut Michael, keempat orang tersangka diduga menjual tanah per kapling dengan harga Rp15 juta hingga Rp20 juta yang luas keseluruhannya 32 hektare dan dipecah menjadi 271 sertifikat.

Para tersangka dijerat dengan pasal 264 ayat (1) ke-1 sub pasal 263 jo pasal 55 ayat (1) dan (2) KHUP dengan ancaman hukum penjara paling lama delapan tahun.

"Ancaman hukuman maksimal delapan tahun penjara. Perkara tersebut telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Maluku Utara dan akan dilakukan penyerahan tersangka dan barang bukti (tahap dua) pada Kamis hari ini ke JPU," ujarnya.

Pewarta: Abdul Fatah
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022