• Beranda
  • Berita
  • BKKBN: Kurangnya kesadaran hidup sehat akar utama masalah stunting

BKKBN: Kurangnya kesadaran hidup sehat akar utama masalah stunting

23 September 2022 17:04 WIB
BKKBN: Kurangnya kesadaran hidup sehat akar utama masalah stunting
Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara penandatanganan MOU BKKBN bersama Mitra di Kantor BKKBN pusat, Jakarta Timur, Jumat (23/9/2022). ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti

kalau kita perangi stuntingnya saja, maka kita akan lelah

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) membeberkan bahwa kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat menjadi akar utama dari masalah kekerdilan pada anak (stunting).

“Kalau kita perangi stuntingnya saja, maka kita akan lelah, jadi kita harus mengambil akar permasalahannya,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara penandatanganan MOU BKKBN bersama Mitra di Jakarta, Jumat.

Hasto menyatakan kurangnya kesadaran sebagian masyarakat Indonesia belum bisa memahami pentingnya lingkungan bersih dan layak huni bagi kesehatan keluarga.

Pengertian seperti buang air sembarangan, masih diartikan boleh dilakukan selain di atas permukaan tanah. Misalnya seperti danau atau sumber air lainnya. Padahal, kebiasaan tersebut akan memicu timbulnya bakteri E-coli penyebab diare.

Mulai dari diare tersebut, Hasto mengingatkan kalau diare menyebabkan tidak bertambahnya berat badan anak, meski pemberian asupan gizi seimbang telah dilakukan dengan baik dan sesuai porsinya.

Baca juga: BKKBN: Rumah DataKu sebagai pusat data kependudukan tingkat mikro
Baca juga: BKKBN gandeng mitra swasta dan asing perkuat penanganan stunting

Pemberian bantuan dari pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), juga tidak dapat memberikan hasil yang maksimal untuk membangun kualitas penduduk karena lingkungan menjadi tak layak huni dan justru memunculkan banyak penyakit bagi anak-anak.

“Kalau diare, maka tetap berat badan turun dan kalau tiga bulan tidak naik, maka kemudian tinggi badannya tidak naik. Berakhir jadi stunting,” ucapnya.

Oleh karenanya, Hasto meminta supaya kesadaran untuk menjaga lingkungan di Indonesia betul-betul diperhatikan. Kondisi sanitasi dan air bersih menjadi hal utama selain rumah yang layak huni, untuk mencegah kelahiran anak stunting baru.

Baca juga: Mahasiswa UGM berinovasi kembangkan makanan tambahan anti-stunting
Baca juga: Menteri PPPA: Cegah perkawinan anak untuk menekan stunting

BKKBN sendiri baru saja melakukan pemutakhiran data Pendataan Keluarga Tahun 2022 (PK22) pada Senin (19/9) lalu, untuk lebih mengakuratkan data pemerintah sehingga intervensi yang dilakukan kepada keluarga berisiko stunting dapat tepat sasaran.

Data dalam PK22 nantinya akan mencakup terkait status ekonomi keluarga, kategori berisiko stunting, kondisi rumah layak huni, ketersediaan jamban, situasi sanitasi dan air di sekitar rumah dan lain sebagainya.

“BKKBN alhamdulilah sudah punya data by name, by address untuk rumah tidak layak huni kemudian rumah berisiko tinggi stunting by name by address, kemudian dia yang tidak punya jamban, yang tidak punya air bersih, kita punya detail data itu,” ujar Hasto.

Baca juga: BKKBN mutakhirkan 39 juta data KK dalam Pendataan Keluarga 2022
Baca juga: Bank Dunia belajar keberhasilan penanganan stunting di Sleman

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022