Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta terus mengupayakan pengurangan sampah organik yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir Piyungan, salah satunya dengan metode biopori yang akan digagas melalui bank sampah.Pengurangan sampah organik dengan metode biopori tersebut akan dilakukan berbasis rumah tangga yang dimulai dari nasabah bank sampah
“Upaya pengurangan sampah organik bisa dilakukan dengan berbagai metode, salah satunya biopori yang akan kami lakukan dengan memanfaatkan anggaran perubahan 2022,” kata Kepala DLH Kota Yogyakarta Sugeng Darmanto di Yogyakarta, Senin.
Menurut dia, pengurangan sampah organik dengan metode biopori tersebut akan dilakukan berbasis rumah tangga yang dimulai dari nasabah bank sampah.
Biopori akan ditempatkan di dekat dapur sehingga sampah organik sisa dapur bisa langsung masuk ke lubang biopori dan nantinya terolah menjadi kompos. “Jadi, tidak lagi dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan,” katanya.
Berdasarkan data, dari sekitar 360 ton sampah dari Kota Yogyakarta yang dibuang setiap hari ke TPA Piyungan, sekitar 60 persen di antaranya adalah sampah organik yang didominasi dari sampah sisa dapur.
Baca juga: Malaysia pelajari teknologi biopori pada IPB
Baca juga: Mahasiswa Bogor buat 1.000 lubang biopori
Selain menggunakan metode biopori, upaya pengelolaan untuk pengurangan sampah organik bisa ditempuh dengan berbagai cara, seperti komposter, losida (lodong sisa dapur), hingga maggot.
Pada anggaran perubahan 2022, DLH Kota Yogyakarta juga akan memperkuat fasilitas pengolahan sampah organik di Tempat Pembuangan Sampah Sementara Nitikan 2 untuk disetarakan dengan Nitikan 1.
Sedangkan pada 2023, DLH Kota Yogyakarta merencanakan alokasi anggaran untuk mendukung kelurahan melakukan pengolahan sampah, masing-masing kelurahan Rp15 juta.
“Dana tersebut bisa digunakan untuk melakukan pengolahan sampah dengan metode yang disesuaikan kondisi di masing-masing wilayah. Karena belum tentu seluruh wilayah cocok dengan satu jenis metode pengolahan sampah organik,” katanya.
Selain itu, salah satu kebijakan yang akan diupayakan adalah pemanfaatan ruang terbuka publik sebagai lokasi pengolahan sampah organik. “Luas Kota Yogyakarta terbatas, sehingga yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan setiap sudut untuk pengelolaan sampah organik,” katanya.
Jika pengurangan sampah organik bisa dilakukan, maka pembiayaan yang harus dikeluarkan Kota Yogyakarta untuk pengelolaan sampah di TPA Piyungan bisa dikurangi, demikian Sugeng Darmanto.
Baca juga: Kandang Maggot Jogja jadi contoh pengelolaan sampah organik mandiri
Baca juga: Giwangan Yogyakarta fermentasi sampah sisa pohon untuk pakan ternak
Baca juga: Yogyakarta pastikan sampah tak luber meski TPA Piyungan tutup dua hari
Baca juga: Yogyakarta hadapi potensi darurat sampah
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022