• Beranda
  • Berita
  • Alami serangan siber terbesar, Australia berencana ubah UU privasi

Alami serangan siber terbesar, Australia berencana ubah UU privasi

26 September 2022 15:47 WIB
Alami serangan siber terbesar, Australia berencana ubah UU privasi
Arsip - Seorang wanita menggunakan ponselnya saat berjalan melewati toko Optus di Sydney, Australia, 8 Februari 2018. (ANTARA/Reuters/Daniel Munoz/as)

Kami ingin memastikan… bahwa kami mengubah beberapa ketentuan privasi sehingga jika orang mengalami hal ini, bank-bank dapat diberi tahu, sehingga mereka juga dapat melindungi nasabah

Australia berencana mengubah undang-undang kerahasiaan data pribadi, kata Perdana Menteri Anthony Albanese, Senin, setelah peretas mencuri data pelanggan Optus, penyedia telekomunikasi terbesar kedua di negara itu.

Anak perusahaan Singapore Telecoms Ltd itu pekan lalu mengungkapkan bahwa alamat rumah, nomor surat izin mengemudi (SIM) dan nomor paspor dari hampir 10 juta pelanggannya, atau sekitar 40 persen populasi, bocor.

Insiden itu menjadi peretasan data terbesar yang pernah terjadi di Australia.

Alamat IP (identitas unik setiap komputer yang terhubung ke internet) milik pelaku diketahui berpindah-pindah di antara negara-negara Eropa, kata Optus, yang menolak menjelaskan bagaimana keamanannya bisa ditembus.

Albanese mengatakan insiden itu menjadi peringatan yang sangat besar bagi sektor korporasi.


Baca juga: Kekurangan pekerja, Australia tambah izin tinggal permanen


Dia mengatakan ada sejumlah aktor negara dan kelompok kejahatan yang ingin mengakses data masyarakat.

"Kami ingin memastikan… bahwa kami mengubah beberapa ketentuan privasi sehingga jika orang mengalami hal ini, bank-bank dapat diberi tahu, sehingga mereka juga dapat melindungi nasabah," katanya kepada stasiun radio 4BC.

Menteri Keamanan Siber Clare O'Neil mengatakan kepada parlemen dia melihat tugas reformasi yang "sangat substansial" di depan mata untuk mengatasi masalah yang kompleks secara legal dan teknis.

"Satu pertanyaan penting adalah apakah persyaratan keamanan siber yang kita kenakan kepada para penyedia telekomunikasi besar di negara ini sesuai dengan tujuannya," kata dia.

Baca juga: Musim flu parah di Australia berpotensi picu masalah bagi AS

"Di wilayah-wilayah hukum lain, peretasan data sebesar ini menghasilkan denda sampai ratusan juta dolar," kata O'Neil.

Optus telah memperingatkan para pelanggan yang data SIM dan nomor paspornya dicuri, kata juru bicara perusahaan itu dalam pernyataan, seraya menambahkan bahwa data pembayaran dan kata kunci akun tidak ikut diretas.

Pemerintah negara itu pada 2020 berjanji akan membelanjakan 1,66 miliar dolar Australia (Rp16,3 triliun) selama satu dekade untuk memperkuat infrastruktur jaringan di perusahaan dan tempat tinggal.

Sumber: Reuters

Baca juga: Australia tak akan larang masuk turis Rusia

Baca juga: Australia diminta hentikan eksplorasi minyak di gugusan Pulau Pasir


 

Pewarta: Anton Santoso
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2022