Hasil penelitian mutakhir menemukan indikasi bahwa pencemaran sampah plastik di Sungai Musi, Sumatera Selatan, makin parah. Perlu langkah komprehensif dan berkelanjutan untuk mengatasi polusi tersebut karena telah mengganggu ekosistem sungai tersebut.
Indikasi tersebut didukung fakta kian sulit ditemukannya ikan di Sungai Musi, seperti jenis baung pisang, kapiat, patin, tapah, dan ikan belida.
Indikasi kian seriusnya masalah polusi di Sungai Musi tersebut berdasarkan temuan Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama perkumpulan Telapak Sumatera Selatan dan Spora Institut Palembang.
Peneliti Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) Prigi Arisandi ketika melakukan penyusuran Sungai Musi Palembang pada pertengahan Juli 2022 menemukan banyak sampah plastik mengapung dan menumpuk di daerah aliran sungai.
Sungai Musi menjadi muara bagi puluhan anak sungai di provinsi dengan 17 kabupaten dan kota itu.
Tingginya aktivitas alih fungsi lahan di hulu, aktivitas tambang tanpa izin, perkebunan sawit, pencemaran industri, sampah plastik, dan air limbah dari berbagai kegiatan masyarakat menimbulkan pencemaran di Sungai Musi.
Pencemaran sungai tersebut perlu mendapat perhatian semua pihak dan lapisan masyarakat agar air Sungai Musi tetap bisa menjadi tempat hidup dan berkembang biak aneka jenis ikan dan biota sungai lainnya.
Selain itu, air Sungai Musi perlu dijaga kebersihannya agar bisa tetap digunakan masyarakat di sepanjang daerah aliran sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan sebagai bahan baku air minum.
Koordinator Telapak Sumatera Selatan Hariansyah Usman menambahkan tujuan penyusuran Sungai Musi untuk melihat kadar polutan dan uji mikroplastik.
Selain air limbah dari berbagai kegiatan masyarakat, industri, perkebunan, dan lainnya, pencemaran mikroplastik menjadi ancaman baru kelestarian ikan dan Sungai Musi.
Tingginya tingkat pencemaran bahan-bahan kimia pengganggu hormon memicu gangguan reproduksi ikan yang menurunkan populasi ikan dan punahnya ikan-ikan yang tidak toleran terhadap kadar polutan yang meningkat.
Dalam pengambilan sampel air di Sungai Musi, hasil penelitian tersebut menunjukkan tingginya kadar logam berat mangan dan tembaga yang mencapai 0,2 ppm dan 0,06 ppm, padahal standarnya tidak boleh lebih dari 0,03 ppm.
"Kadar klorin dan fospat cukup tinggi, yaitu untuk klorin 0,16 mg/liter, seharusnya tidak boleh lebih dari 0,03 mg/liter sedangkan fospat juga tinggi mencapai 0,59 mg/liter. Tingginya kadar klorin dan fospat sangat mempengaruhi sistem pernapasan ikan dan mempengaruhi pembentukan telur ikan," ujarnya.
Menurut Prigi Arisandi serta dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Veryl Hasan, jenis mikroplastik yang paling mendominasi adalah jenis fiber atau benang-benang yang mencapai 80 persen dan jenis mikroplastik lainnya adalah granula, fragmen, serta filamen.
Mikroplastik, fospat, logam berat, dan klorin termasuk dalam kategori senyawa pengganggu hormon sehingga keberadaanya di sungai akan mengganggu proses pembentukan kelamin ikan.
Tim ESN juga menemukan permukaan Sungai Musi dipenuhi sampah plastik sekali pakai.
Para peneliti juga menerima keluhan dari para nelayan dan penjual ikan mengenai merosotnya jumlah ikan tangkapan dan ukuran ikan yang makin mengecil.
Permasalahan sampah tersebut perlu dicarikan solusi sehingga plastik tidak lagi mencemari Sungai Musi dan populasi ikan dapat kembali meningkat.
3 R dan PLTSa
Untuk mengatasi masalah sampah, Pemerintah Kota Palembang, Sumatera Selatan, terus berupaya menggalakkan kegiatan daur ulang sampah.
"Pengembangan kegiatan daur ulang sampah terus didorong untuk menciptakan lingkungan bersih dan memberikan penghasilan tambahan bagi warga Bumi Sriwijaya ini," kata Wakil Wali Kota Palembang Fitrianti Agustinda.
Untuk menggalakkan kegiatan daur ulang sampah, warga kota ini dapat membentuk kelompok di kawasan permukiman penduduk yang tersebar di 107 kelurahan dalam 18 kecamatan.
Kelompok masyarakat yang berminat mengembangkan kegiatan daur ulang sampah, akan mendapat pendampingan dan pelatihan berupa memilah dan mengolah sampah agar bisa menjadi barang bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi.
Sekarang ini mulai banyak warga yang tertarik melakukan daur ulang sampah menjadi berbagai barang bernilai ekonomi. Melihat animo tersebut pemkot akan terus membina sehingga mereka bisa bersemangat lalu diikuti warga lainnya.
Tempat pengolahan sampah terpadu berkonsep daur ulang (reduce, reuse, recycling - 3R) yang ada di sejumlah kelurahan perlu diperbanyak sehingga dapat mengurangi penumpukan sampah sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Palembang Akhmad Mustain menjelaskan bahwa produksi sampah dari berbagai aktivitas warga kota ini mencapai 1.000 ton lebih per hari.
Sampah tersebut terdiri atas limbah plastik dan sampah organik dari pasar, rumah tangga, pertokoan, perkantoran, dan tempat lainnya.
Sampah yang mampu diangkut DLHK Palembang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sekitar 700-800 ton/hari sehingga kegiatan daur ulang perlu digalakkan agar sebagian sampah, terutama plastik, bisa dimanfaatkan kembali.
Pemkot Palembang menegaskan segera mewujudkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Keramasan setelah menandatangani perjanjian kerja sama dengan sebuah perusahaan pembangkit untuk pengolahan sampah menjadi energi listrik atau PSEL.
"Penandatanganan perjanjian kerja sama terkait pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) disaksikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta pada 9 Maret 2022," ujar Wali Kota Palembang Harnojoyo.
Awalnya pihaknya merencanakan pembangunan PLTSa Keramasan pada pertengahan 2020 dengan dukungan dana Pemerintah Pusat Rp1,7 triliun, namun karena pandemi COVID-19 terjadi pengalihan dana sehingga proyek ini baru bisa dilakukan pada 2022 ini.
Dengan adanya dukungan Pemerintah Pusat tersebut diharapkan pembangunan PLTSa bisa berjalan sesuai rencana.
Kota Palembang menjadi salah satu dari 12 kota di Indonesia yang ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk membangun infrastruktur pengelola sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan.
Keberadaan PLTSa itu diharapkan dapat mengatasi permasalahan pengolahan sampah yang akhir-akhir ini jumlahnya terus meningkat mencapai 1.200 ton per hari.
Sementara pemanfaatan energi listrik sekitar 20 megawatt yang dihasilkan dari PLTSa itu, pihaknya menyiapkan skema kerja sama dengan PT PLN.
Melalui upaya tersebut permasalahan penumpukan sampah di Kota Pempek ini dapat segera diatasi dan pencemaran di Sungai Musi juga berkurang. ***3***
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022