• Beranda
  • Berita
  • Jepang lepas kepergian Abe dengan bunga dan penghormatan senjata

Jepang lepas kepergian Abe dengan bunga dan penghormatan senjata

27 September 2022 22:26 WIB
Jepang lepas kepergian Abe dengan bunga dan penghormatan senjata
Dua petugas melintas dekat foto mendiang mantan PM Jepang Shinzo Abe yang dipenuhi buket bunga duka cita saat pemakaman kenegaraan Shinzo Abe di Tokyo, Jepang, Selasa (27/9/2022). (ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/foc)
Dengan bunga, doa dan penghormatan senjata, Jepang pada Selasa memberikan penghormatan kepada Shinzo Abe dalam prosesi pemakaman kenegaraan pertama bagi seorang mantan perdana menteri dalam 55 tahun.

Upacara tersebut dimulai pukul 14:00 waktu setempat, ketika abu jenazah Abe dibawa oleh istrinya Akie ke Aula Nippon Budokan di pusat kota Tokyo dengan diiringi musik dari band militer dan dentuman tembakan penghormatan.

Penembakan Abe ​​​​​​​saat berkampanye pada 8 Juli telah mendorong banyak pengungkapan tentang hubungan sejumlah anggota parlemen dari Partai Demokratik Liberal yang berkuasa dan pernah dipimpin oleh Abe dengan Gereja Unifikasi, yang oleh para kritikus disebut aliran sesat, sehingga memicu reaksi terhadap perdana menteri saat ini, Fumio Kishida.

Setelah tingkat dukungan untuk Kishida melorot ke tingkat terendah akibat kontroversi tersebut, dia meminta maaf dan berjanji untuk memutuskan hubungan partai dengan gereja tersebut.

Namun, penentangan terhadap pemakaman kenegaraan bagi Abe terus berlanjut, yang dipicu oleh biaya pemakamannya yang mencapai 11,5 juta dolar AS (sekitar Rp174,2 miliar) dan harus ditanggung oleh negara di tengah kesulitan ekonomi yang dialami oleh warga biasa.

Di salah satu kawasan ​​​​​​​Tokyo, para pengunjuk rasa mengangkat sejumlah poster bernada protes dan meneriakkan "tidak ada pemakaman kenegaraan".

Namun, ribuan pelayat membanjiri tempat pemakaman sejak dini hari, sehingga panitia harus membuka aula setengah jam lebih awal.

Dalam beberapa jam, sekitar 10 ribu orang telah meletakkan karangan bunga dan membungkuk sembari berdoa di depan foto Abe, menurut siaran televisi, sementara yang lain menunggu dalam antrean selama tiga jam.

"Saya tahu ini memecah belah dan ada banyak orang menentang ini, tetapi ada banyak juga orang yang mengantre untuk meletakkan karangan bunga," kata Yoshiko Kojima, seorang ibu rumah tangga asal Tokyo berusia 63 tahun.

"Saya merasa bahwa ketika pemakaman (kenegaraan) benar-benar terjadi, banyak orang berdatangan untuk mendoakannya."

Di dalam Budokan, yang lebih dikenal sebagai tempat konser, potret besar Abe dengan pita hitam tergantung di atas deretan bunga berwarna hijau, putih dan kuning. Di dekatnya, deretan foto menunjukkan Abe tengah berjalan-jalan dengan para pemimpin G7, bergandengan tangan dengan anak-anak, dan mengunjungi daerah bencana.

Acara menghentikan cipta disusul dengan retrospeksi kehidupan politik Abe dan pidato dari sejumlah tokoh partai berkuasa, termasuk PM Kishida dan pendahulunya, Yoshihide Suga​​​​​​​.

Sosok Kontroversial

Shinzo Abe, perdana menteri Jepang paling lama​​​​​​​, merupakan sosok yang sering menuai pro dan kontra dan dibayangi banyak skandal.

Sebagai seorang nasionalis yang tidak mengenal kata menyesal, Abe mendorong peningkatan kekuatan pertahanan negara itu yang kini dilihat banyak orang sebagai hal yang tepat di tengah kekhawatiran terhadap China, tetapi yang lain mengkritik kebijakannya terlalu "menyerang".

Sekitar 4.300 orang diperkirakan menghadiri upacara pemakaman tersebut bersama dengan sedikitnya 48 tokoh pemerintah saat ini atau sebelumnya, termasuk Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris, PM India Narendra Modi, dan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin.

Sekitar 20 ribu polisi dikerahkan, jalan-jalan di sekitar tempat upacara ditutup dan beberapa sekolah bahkan diliburkan karena Jepang berusaha menghindari kesalahan pengamanan seperti yang terjadi pada penembakan Abe.

Sumber: Reuters

Baca juga: Wapres Ma'ruf hadiri pemakaman kenegaraan Shinzo Abe
Baca juga: Jepang siap lakukan pemakaman kenegaraan yang kontroversial untuk Abe

Pewarta: Katriana
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022