Perintah Putin, eskalasi signifikan dalam konflik di Ukraina, membuat saham melonjak di tengah kekhawatiran akan lebih banyak sanksi terhadap Moskow, tetapi rubel, yang didukung oleh kontrol modal dan faktor lainnya, sebagian besar tetap kuat.
Pasar saham bergerak "maju-mundur" sambil menunggu penggerak, kata BCS Global Markets. Setelah tenggelam pada Senin (26/9/2022) ke level terendah sejak 24 Februari, hari dimana Rusia mengirim pasukan ke Ukraina, status oversold pasar harus diselesaikan, kata para analis.
"Tren selanjutnya akan bergantung pada harga-harga komoditas dan dividen Gazprom. Dengan demikian, kami melihat peluang tren naik untuk berlanjut dalam jangka pendek, meskipun untuk saat ini perdagangan bergerak menyamping tampaknya lebih mungkin terjadi," tambah BCS.
Baca juga: Rubel menguat, saham Rusia setop penurunan
Pada pukul 07.46 GMT, Indeks MOEX Rusia berbasis rubel naik 2,5 persen menjadi diperdagangkan pada 2.001,2 poin. Indeks RTS berdenominasi dolar terangkat 1,9 persen menjadi diperdagangkan di 1.073,7 poin.
Rubel 0,4 persen lebih lemah terhadap dolar di 58,69 dan telah naik 0,2 persen diperdagangkan pada 56,05 versus euro. Rubel juga naik 0,6 persen terhadap yuan di 8,110.
"Di tengah klaim kemungkinan penerapan sanksi baru pada sistem keuangan Rusia, sebagian dari populasi tampaknya mulai menyingkirkan mata uang asing," kata Analis Alfa Capital, Alexander Dzhioev.
"Namun demikian, faktor fundamental yang mempengaruhi nilai tukar rubel masih rasio arus ekspor dan impor dan neraca pembayaran negara," tambah Dzhioev.
Rubel, yang menguat ke level tertinggi dua bulan pada Jumat (23/9/2022), juga telah didukung dalam beberapa hari terakhir oleh periode pajak akhir bulan yang biasanya melihat perusahaan yang berfokus pada ekspor mengubah pendapatan mata uang asing mereka menjadi rubel untuk membayar kewajiban lokal.
Baca juga: Rubel dan saham Rusia jatuh saat Putin perintahkan mobilisasi militer
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022