"Kalau kita punya empat calon presiden atau tiga calon presiden, masyarakat pada tahap election untuk memilih, mereka punya banyak alternatif, punya banyak menu varian yang disajikan," jelas Pangi dalam diskusi pemilu di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Ia menegaskan jika ditanyakan mengapa tidak boleh dua pasang calon presiden (capres) karena dapat merusak tenun dan politik kebangsaan.
"Saya merasakan kerusakan pada dua periode pemilihan presiden sebelumnya sehingga minimal harus ada tiga sampai empat poros untuk mencegah politik identitas, polarisasi dan keterbelahan. Itu kan niat baik," kata CEO & Founder Voxpol Center Research and Consulting itu menegaskan.
Selain itu, hasil survei Voxpol terbaru juga menyebutkan sekitar 40,6 persen responden menginginkan harus ada lebih dari dua calon presiden pada Pemilu 2024. Alasannya responden untuk mendapatkan pemimpin alternatif.
Selain itu, survei itu menyatakan terdapat 31 persen responden yang beralasan agar tidak terjadi konflik sosial dan perpecahan di masyarakat.
Pangi menjelaskan makin banyak pasangan calon presiden maka alternatif dan varian pemimpin yang ditawarkan kepada masyarakat makin banyak.
"Wajar kemudian pemilih milenial, yang anak muda, mereka bosan dan jenuh, apalagi calon presiden wajah lama. Partisipasi mereka bisa turun. Bahkan saya pernah diskusi sama kaum milenial usia 17-39 tahun, kenapa nggak milih calon presiden? karena tidak ada yang segar, mereka ingin ada yang baru," jelas Pangi.
Pewarta: Fauzi
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022