Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November yang berakhir pada Jumat (30/9/2022), merosot 53 sen atau 0,6 persen, menjadi menetap di 87,96 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Kontrak Desember yang lebih aktif jatuh 2,07 dolar AS menjadi 85,11 dolar AS per barel.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November terpangkas 1,74 dolar AS atau 2,1 persen, menjadi ditutup pada 79,49 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Brent dan WTI masing-masing menguat 2,0 persen dan 1,0 persen pada basis mingguan, menandai kenaikan mingguan pertama sejak Agustus dan mengikuti posisi terendah sembilan bulan yang dicapai minggu ini.
Untuk September, patokan minyak mentah AS kehilangan 11 persen, dan minyak mentah Brent anjlok 8,8 persen, menurut Dow Jones Market Data.
Harga Brent dan WTI menyelesaikan kuartal ketiga dengan penurunan masing-masing sebesar 23 persen dan 25 persen.
"Pasti ada beberapa aksi ambil untung dari keuntungan yang kita lihat di awal minggu. Posisi 80 dolar AS adalah semacam titik pivot hari ini," kata John Kilduff, mitra di Again Capital LLC di New York.
"Peningkatan kekhawatiran tentang stabilitas keuangan di Inggris ... merusak prospek permintaan sekali lagi," tambah Kilduff.
Kemunduran harga terjadi karena para pelaku pasar minyak semakin takut bahwa pengetatan moneter yang agresif oleh bank-bank sentral dapat meningkatkan risiko resesi, sehingga mengganggu permintaan bahan bakar.
"Perubahan harga telah menjadi norma karena para pelaku pasar mengatasi kekhawatiran atas ekonomi global dan prospek pengetatan pasokan minyak," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
Pasar juga menunggu keputusan penting oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang secara kolektif dikenal sebagai OPEC+, karena kelompok tersebut akan bertemu Rabu depan (5/10/2022) dan membahas strategi produksi di masa depan.
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2022