Angka realisasi September ini juga lebih rendah dibandingkan perkiraan awal maupun konsensus Bloomberg yang sebesar 6 persen (yoy)
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan realisasi inflasi Indonesia pada September yang tercatat sebesar 5,95 persen (yoy) masih cukup terkendali dibandingkan inflasi di berbagai negara yang relatif tinggi.
“Angka realisasi September ini juga lebih rendah dibandingkan perkiraan awal maupun konsensus Bloomberg yang sebesar 6 persen (yoy),” katanya di Jakarta, Senin.
Masih terkendalinya inflasi September ditopang oleh deflasi harga pangan bergejolak atau volatile food yang sebesar minus 0,79 persen (mtm) berkat extra effort yang dilakukan pemerintah seperti gerakan tanam pangan, operasi pasar dan subsidi ongkos angkut.
Airlangga menjelaskan inflasi September secara bulanan sebesar 1,17 persen terutama disumbang oleh kenaikan harga bensin, tarif angkutan dan solar namun masih tertahan oleh penurunan harga komoditas hortikultura seperti bawang merah dan cabai.
Inflasi September sebesar 1,17 persen (mtm) itu merupakan tertinggi sejak Desember 2014 sebesar 2,46 persen (mtm) karena saat itu inflasi didorong dari penyesuaian harga bensin dan solar yang dilakukan pada 17 November 2014.
Berdasarkan komponen, inflasi harga diatur pemerintah atau administered prices mengalami inflasi sebesar 6,18 persen (mtm) sehingga inflasi tahun kalendernya mencapai 11,99 persen (ytd) dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 13,28 persen (yoy).
“Bensin memberikan andil sebesar 0,89 persen sedangkan solar memberikan andil 0,03 persen,” ujar Airlangga.
Penyesuaian harga BBM juga mendorong kenaikan harga pada berbagai tarif angkutan seperti tarif angkutan dalam kota dengan andil 0,09 persen dan tarif angkutan antar kota dengan andil 0,03 persen.
Kemudian juga tarif angkutan roda dua online dengan andil 0,02 persen dan tarif angkutan roda empat online dengan andil 0,01 persen.
Menurut Airlangga, inflasi tarif angkutan diperkirakan masih akan dirasakan pada Oktober seiring beberapa daerah belum melakukan penyesuaian tarif.
Meski demikian, diharapkan dampaknya tidak akan terlalu besar dengan mempertimbangkan daerah mulai dapat menjalankan program pengendalian inflasi termasuk bantuan di sektor transportasi maupun logistik.
Bantuan itu dapat menggunakan dana Belanja Tidak Terduga (BTT) maupun belanja wajib sebesar 2 persen Dana Transfer Umum (DTU).
Sementara itu, inflasi harga pangan bergejolak yang tercatat mengalami deflasi sebesar minus 0,79 persen (mtm) atau 9,02 persen (yoy).
Aneka komoditas hortikultura yang memberikan andil deflasi tertinggi yakni bawang merah, cabai merah dan cabai rawit dengan masing-masing sebesar minus 0,06 persen, minus 0,05 persen dan minus 0,02 persen.
Penurunan harga disebabkan tercukupinya pasokan seiring masih berlangsungnya musim panen raya di berbagai daerah sentra produksi.
Untuk beras masih mengalami kenaikan pada September dan memberikan andil inflasi 0,04 persen sehingga seluruh daerah diimbau untuk meningkatkan pelaksanaan operasi pasar maupun program Ketersediaan Pasokan dan Stabilisasi Harga (KPSH) bersama Bulog setempat.
Baca juga: Ekonom : BI punya ruang naikkan suku bunga hingga level 5 persen
Baca juga: BPS sebut bensin picu inflasi capai 5,95 persen
Baca juga: BI sebut risiko inflasi lebihi empat persen masih tinggi hingga 2023
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022