• Beranda
  • Berita
  • Menperin: Potensi komoditas perkebunan masih tinggi

Menperin: Potensi komoditas perkebunan masih tinggi

4 Oktober 2022 12:58 WIB
Menperin: Potensi komoditas perkebunan masih tinggi
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. ANTARA/HO-Biro Humas Kementerian Perindustrian

Kementerian Perindustrian terus berupaya mengoptimalkan potensi komoditas perkebunan melalui hilirisasi industri yang mampu meningkatkan nilai tambahnya di dalam negeri

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan potensi komoditas perkebunan masih tinggi, di mana komoditas yang utama meliputi kelapa, kelapa sawit, kakao, kopi, teh dan minyak atsiri.

"Kementerian Perindustrian terus berupaya mengoptimalkan potensi komoditas perkebunan melalui hilirisasi industri yang mampu meningkatkan nilai tambahnya di dalam negeri,” kata Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Selasa.

Menperin menjelaskan, pada triwulan II-2022, industri agro mampu memberikan kontribusi sebesar 50,41 persen terhadap sektor industri pengolahan nonmigas.

Begitu pula dengan pencapaian realisasi investasi baru yang berasal dari modal asing maupun dalam negeri yang pada periode tersebut meningkat hingga menyentuh angka Rp36,52 yriliun, jauh melampaui periode yang sama tahun sebelumnya.

Industri hasil perkebunan merupakan salah satu bagian dari industri agro yang pada semester I-2022 memiliki kinerja ekspor sebesar 14,21 miliar dolar AS atau 56,6 persen dari total ekspor industri agro yang mencapai 25,12 miliar dolar AS.

Komoditas kelapa sawit dan minyak goreng merupakan produk ekspor utama Indonesia, mengingat Indonesia merupakan negara produsen terbesar kelapa sawit.

Komoditas kelapa sawit menjadi model hilirisasi industri yang mampu mendorong ekspor produk bernilai tambah hasil kegiatan usaha pengolahan di dalam negeri.

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Putu Juli Ardika menyampaikan, ekspor produk sawit mencapai hampir 89 persen dari komoditas perkebunan lainnya seperti kelapa, kakao, kopi, teh dan minyak atsiri.

Dalam sepuluh tahun terakhir, seiring dengan digalakkannya hilirisasi industri berbasis kelapa sawit, terjadi penambahan pesat jenis produk hilir komoditas tersebut, dari 54 jenis produk pada 2011 menjadi 168 produk pada 2021.

“Ekspor komoditas ini juga mengalami pergeseran dari hulu ke hilir. Pada 2010, volume ekspor hulunya 60 persen dan hilirnya 40 persen, sedangkan 2021 ekspor produk hilir mendominasi hingga 90,73 persen dan hulunya 9,27 persen,” kata Putu.

Dalam Seminar Nasional Peran Standardisasi dan Produktivitas Hasil Komoditas Perkebunan dalam Rangka Meningkatkan Nilai Ekspor Nasional yang diselenggarakan beberapa waktu lalu, Putu menjelaskan tantangan yang dihadapi dalam upaya hilirisasi kelapa sawit.

Di antaranya perlunya revitalisasi teknologi produksi CPO dan kebijakan tata kelola pemenuhan kebutuhan produk hilir minyak sawit untuk alokasi dalam negeri dan ekspor, serta kendala tingginya input energi dan biaya logistik pada industri pengolahan minyak sawit khususnya yang berorientasi ekspor.

“Salah satu upaya yang perlu diambil untuk mengatasi tantangan tersebut adalah membangun pabrik pengolahan kelapa sawit di lokasi perkebunan,” katanya.

Pada komoditas atsiri, Indonesia memiliki cukup potensi untuk mengembangkan komoditas tersebut. Dari 99 jenis atsiri, terdapat 40 jenis yang tumbuh di Indonesia. Sebanyak 17 jenis atsiri telah dibudidayakan dengan tujuh jenis di antaranya merupakan unggulan.

Demikian pula dengan komoditas kelapa yang cukup berlimpah di Indonesia. Namun begitu, hilirisasinya masih terbatas pada industri gula kelapa, industri minyak kelapa, industri sabut kelapa, dan industri kelapa terpadu dengan contoh hasil produknya berupa santan dan air kelapa kemasan.

“Salah satu tantangannya adalah produk hilir kelapa didominasi oleh produk intermediate yang bernilai tambah rendah. Karenanya, kami mendorong riset dan pengembangan industri pengolahan kelapa di dalam negeri agar menciptakan produk-produk baru,” kata Putu.

Sementara itu, di industri pengolahan rempah saat ini terdapat 182 industri bumbu masak dan penyedap masakan yang berkembang di Indonesia. Namun demikian, Indonesia masih berada di posisi 18 untuk eksportir bumbu di dunia.

Untuk itu, Kemenperin mengambil beberapa kebijakan untuk meningkatkan ekspor, di antaranya promosi program Spice Up the World dan pengembangan restoran Indonesia di luar negeri.

Baca juga: 300 produsen bahan baku makanan tampil di pameran FI Asia 2022

Baca juga: Menperin paparkan potensi dan peluang Industri Agro

 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2022