Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban menyatakan bahwa Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi asing langsung Indonesia harus 4,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk mencapai Visi 2045.Harapan kita di 2045 adalah pendapatan per kapita kita menuju high income country. Untuk mendukung visi tersebut maka kita berharap FDI kita 4,5 persen dari PDB,
“Harapan kita di 2045 adalah pendapatan per kapita kita menuju high income country. Untuk mendukung visi tersebut maka kita berharap FDI kita 4,5 persen dari PDB,” katanya dalam Sosialisasi UU Cipta Kerja terkait Lembaga Pengelola Investasi di Jakarta, Rabu.
Visi 2045 merupakan target Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi sehingga masuk sebagai lima besar kekuatan ekonomi dunia.
Baca juga: Sri Mulyani: SDM hingga kesetaraan gender jadi aspek penting Visi 2045
Rio menyebutkan Indonesia harus keluar dari middle income trap pada 2036 dengan PDB per kapita pada tahun tersebut sudah di atas 12.233 dolar AS sehingga pada 2045 bisa menembus 23.199 dolar AS.
Secara rinci, PDB per kapita Indonesia pada 2015 baru sebesar 3.377 dolar AS sedangkan pada 2020 mulai naik menjadi 4.546 dolar AS dan ditargetkan pada 2025 mencapai 6.305 dolar AS yang terus meningkat pada 2030 sebesar 8.804 dolar AS.
Di sisi lain, rasio utang terhadap PDB semakin tinggi akibat pandemi COVID-19 yaitu mencapai 41,1 persen pada 2021 yang meningkat dari 39,4 persen pada 2020, 30,2 persen pada 2019 dan 29,8 persen pada 2018. “Sedangkan batasan Undang-Undang Keuangan Negara hanya sampai 60 persen,” katanya.
Oleh sebab itu, Rio menegaskan Indonesia membutuhkan sebuah lembaga untuk memperbaiki iklim investasi di Tanah Air sehingga pemerintah membentuk Indonesia Investment Authority (INA).
INA yang merupakan lembaga sui generis ini dibentuk berdasarkan UU dan memiliki tanggung jawab untuk memberi keyakinan kepada investor atas kredibilitas dan persepsi secara internasional
Pembentukan INA bertujuan meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan.
Baca juga: Menkeu: Penyelesaian transaksi tol Waskita dengan INA momen bersejarah
INA yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah ini memiliki target untuk mengoptimalisasi nilai investasi pemerintah pusat termasuk meningkatkan FDI sehingga berkontribusi memperbaiki iklim investasi di Indonesia.
Menurut Rio, INA akan mampu membantu pemerintah memenuhi kebutuhan-kebutuhan pendanaan seperti pembangunan infrastruktur yang sepanjang 2020-2024 mencapai Rp6.445 triliun.
Mayoritas kebutuhan pendanaan pembangunan infrastruktur Rp6.445 triliun akan dipenuhi pihak swasta yaitu 42 persen karena porsi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) hanya 37 persen sedangkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) hanya 21 persen. “Terdapat gap antara kemampuan pendanaan domestik dan kebutuhan pembiayaan pembangunan,” kata Rio.
INA diharapkan dapat menarik para investor mengingat beberapa sovereign investors tertarik melakukan investasi tetapi memerlukan mitra strategis yang kuat secara hukum dan kelembagaan.
“Ketika kita mencari mitra yang kelasnya sovereign, mereka ingin mitra di Indonesia juga sovereign karena mempertimbangkan tingkat risikonya. Kalau ada INA maka we are at the equal level, sama-sama sovereign,” jelasnya.
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022