Harga minyak melonjak sekitar empat persen ke level tertinggi lima minggu pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB), terangkat lagi oleh keputusan OPEC+ minggu ini untuk melakukan pemotongan pasokan terbesar sejak 2020, meskipun ada kekhawatiran tentang kemungkinan resesi dan kenaikan suku bunga.Di antara konsekuensi utama dari pemotongan terbaru OPEC adalah kemungkinan kembalinya minyak ke 100 dolar AS
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember terangkat 3,50 dolar AS atau 3,7 persen, menjadi menetap di 97,92 dolar AS per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November meningkat 4,19 dolar AS atau 4,7 persen, menjadi ditutup pada 92,64 dolar AS per barel.
Itu merupakan penutupan tertinggi untuk Brent sejak 30 Agustus dan untuk WTI sejak 29 Agustus. Lonjakan harga minyak mendorong kedua harga acuan ke wilayah overbought secara teknis untuk pertama kalinya sejak Agustus untuk Brent dan sejak Juni untuk WTI.
Kedua kontrak membukukan kenaikan mingguan kedua berturut-turut, dan persentase kenaikan mingguan terbesar sejak Maret minggu ini, dengan Brent naik sekitar 11 persen dan WTI 17 persen lebih tinggi.
Harga minyak menguat untuk hari kelima berturut-turut bahkan ketika dolar bergerak lebih tinggi setelah data menunjukkan ekonomi AS menciptakan lapangan kerja dengan kecepatan yang kuat, memberi Federal Reserve (Fed) alasan untuk melanjutkan kenaikan suku bunga yang besar.
Baca juga: Goldman naikkan perkiraan harga minyak setelah OPEC+ pangkas produksi
Greenback yang kuat dapat menekan permintaan minyak, membuat minyak mentah berdenominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+, sepakat minggu ini untuk menurunkan target produksi mereka sebesar 2 juta barel per hari.
"Di antara konsekuensi utama dari pemotongan terbaru OPEC adalah kemungkinan kembalinya minyak ke 100 dolar AS," kata Stephen Brennock dari pialang minyak PVM.
UBS Global Wealth Management juga memproyeksikan Brent akan "bergerak di atas angka 100 dolar AS per barel selama kuartal mendatang."
Pemotongan OPEC+ datang menjelang embargo Uni Eropa pada minyak Rusia dan akan menekan pasokan di pasar yang sudah ketat.
Baca juga: Harga minyak Asia jatuh, dipicu dolar kuat jelang rilis pekerjaan AS
Sekretaris Jenderal OPEC Haitham al-Ghais mengatakan penurunan target produksi akan membuat OPEC+ memiliki lebih banyak pasokan untuk dimanfaatkan jika terjadi krisis.
Pada Kamis (6/10/2022, Presiden AS Joe Biden menyatakan kekecewaannya atas rencana OPEC+. Dia dan pejabat AS mengatakan Washington sedang mencari semua alternatif yang mungkin untuk menjaga harga agar tidak naik.
Namun jumlah rig minyak AS, indikator awal produksi masa depan, turun dua rig minggu ini menjadi 602, menurut perusahaan jasa energi Baker Hughes Co, karena inflasi yang tinggi memaksa produsen menghabiskan lebih banyak uang untuk menjamin pekerja dan peralatan.
"Harga minyak berjangka berhasil mendapatkan traksi naik meskipun inflasi yang meluas di AS dan Eropa mengancam potensi resesi global di mana permintaan kemungkinan akan mendapat pukulan yang cukup besar," kata analis di perusahaan konsultan energi Gelber & Associates.
Di Eropa, perpecahan antara para pemimpin Uni Eropa mengenai pembatasan harga gas dan paket penyelamatan nasional muncul kembali, dengan Polandia menuduh Jerman "egois" dalam menanggapi krisis energi musim dingin yang disebabkan oleh perang Rusia di Ukraina.
Baca juga: Presiden Biden: AS cari "alternatif" setelah pemotongan produksi OPEC+
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022