Presiden Joko Widodo juga telah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Tim Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) untuk lebih mendorong penguatan pertumbuhan ekonomi nasional melalui penguatan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), termasuk industri kecil dan menengah (IKM).
UMKM, termasuk IKM, dinilai menjadi tulang punggung ekonomi nasional lantaran kontribusinya mencapai 61 persen terhadap PDB nasional dan menyerap 97 persen dari total tenaga kerja.
Data Kementerian Koperasi dan UKM menyebut jumlah sektor bisnis UMKM di Indonesia pada 2021 mencapai 64,19 juta. UMKM juga memiliki peranan terhadap perbaikan ekonomi Indonesia karena mampu mengintegrasikan investasi sebesar 60,4 persen.
Semangat itulah yang mendorong pemerintah untuk fokus menaikkelaskan UMKM. Keberadaan Keppres yang ditetapkan pada Tanggal 8 September 2021 tersebut pun mendorong dukungan berupa pendataan, pelatihan, akses permodalan, perluasan pasar, pelaksanaan kampanye, penganggaran dan stimulus ekonomi bagi pelaku UMKM.
Dalam dua tahun kampanye Gernas BBI, termasuk melalui pendampingan yang diberikan, tercatat sebanyak 21 juta UMKM berhasil onboarding atau terhubung ke dalam platform digital.
Jumlahnya meningkat signifikan dari hanya 8 juta unit UMKM sebelum adanya Gernas BBI. Meski dihantam keras pandemi COVID-19, capaian tersebut menunjukkan bahwa UMKM ternyata sangat adaptif menghadapi setiap perkembangan.
Capaian tersebut pun diharapkan mampu mendukung target pemerintah untuk mendorong 30 juta UMKM yang onboarding di Tahun 2023.
Belanja produk dalam negeri
Kampanye Gernas BBI tidak hanya menyasar masyarakat. Di lingkup internal, pemerintah juga menggenjot agar belanja kementerian/lembaga, pemerintah daerah serta BUMN wajib dialokasikan setidaknya 40 persennya ke produk dalam negeri dan UMKM.
Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam rangka Menyukseskan Gernas BBI pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Presiden Jokowi meminta agar sedikitnya 40 persen dari nilai anggaran belanja barang/jasa menyerap produk UMKM dan koperasi hasil produk dalam negeri.
Hal itu lantaran berdasarkan hitungan Badan Pusat Statistik (BPS), jika Rp400 triliun belanja pemerintah dihabiskan di dalam negeri, maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi sekitar 1,6 persen hingga 1,7 persen dan akan menciptakan hampir 2 juta lapangan kerja.
Aksi ini juga dinilai mampu menciptakan permintaan PDN, memperkuat suplai melalui peningkatan kapasitas pengembangan industri dan investasi baru serta mengembangkan government marketplace sebagai pasar utama.
Kewajiban belanja produk dalam negeri dan produk UMKM dilakukan pemerintah melalui pengadaan barang/jasa pemerintah melalui platform dan toko daring e-Katalog yang dibuat Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Alur untuk bisa masuk platform e-Katalog, baik nasional maupun sektoral, juga semakin dimudahkan bagi UMKM karena produk yang tayang sebelumnya perlu melalui 8 tahap, kini dipangkas hanya 2 tahap. Demikian pula mekanisme pencantuman barang/jasa di e-Katalog lokal disederhanakan dari sebelumnya 9 tahapan menjadi 2 tahapan saja.
Selanjutnya ada Kartu Kredit Pemerintah (KKP) Domestik, yang diluncurkan pemerintah untuk mempercepat pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, khususnya untuk pembelian produk dalam negeri. Itu artinya, pembayaran bagi para UMKM tidak diutang dan dapat langsung mereka terima.
Hingga 5 Oktober 2022, realisasi belanja produk dalam negeri telah mencapai Rp487 triliun, melewati target Rp400 triliun yang dicanangkan awal tahun silam.
Secara rinci, hingga 5 Oktober 2022, realisasi belanja produk dalam negeri untuk kementerian/lembaga mencapai Rp132,92 triliun, pemda mencapai Rp144,09 triliun dan BUMN mencapai Rp209,99 triliun.
Ada pun hingga 29 September 2022, tercatat realisasi belanja produk dalam negeri di 10 kementerian mencapai Rp157,61 triliun atau 70,11 persen dari total komitmen belanja produk dalam negeri sebesar Rp224,79 triliun.
Sayangnya, meski melewati target awal sebesar Rp400 triliun, capaiannya baru mencapai 50,9 persen dari total komitmen belanja produk dalam negeri sebesar Rp950,33 triliun.
Pemerintah menargetkan sampai akhir Tahun 2022 ini seluruh belanja PDN dapat terrealisasi kurang lebih 90 persen atau lebih dari Rp800 triliun.
Tersandung produk impor
Di tengah upaya terus menggenjot belanja produk dalam negeri, pemerintah tidak bisa menutup mata akan melimpahnya produk impor.
Dalam catatan LKPP, setidaknya ada lima hambatan peningkatan belanja produk dalam negeri, di antaranya melimpahnya produk impor di lokapasar elektronik (e-marketplace), terbatasnya produk bersertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), terbatasnya jumlah dan jenis produk di katalog, harga produk dalam negeri yang lebih mahal dari produk impor serta kualitas produk impor yang lebih baik dari produk dalam negeri.
Sejumlah strategi dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, yakni dengan meningkatkan ketersediaan produk bersertifikat TKDN dengan memperbanyak lembaga survei untuk sertifikasi, kemudian meningkatkan ketersediaan jumlah dan jenis produk dalam negeri melalui integrasi dengan sistem informasi Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN).
Selain itu, LKPP juga membatasi jumlah produk impor di e-Katalog dan e-marketplace dengan sistem freeze dan penurunan tayang. Hingga Agustus 2022, LKPP telah membekukan 13.600 produk impor di e-Katalog karena telah tersedia substitusinya di dalam negeri.
Lebih lanjut, LKPP juga menerapkan preferensi harga untuk produk dalam negeri. Dan terakhir, menggandeng lembaga riset dan industri dalam negeri untuk meningkatkan kualitas produk dalam negeri.
LKKP sudah membuka seluas-luasnya instrumen pengadaan barang/jasa pemerintah yang memberi kesempatan bagi UMK-Koperasj dan pengusaha lokal maupun produk dalam negeri untuk berpartisipasi dan produknya dibeli oleh pemerintah pusat dan daerah.
Semangat belanja produk dalam negeri perlu terus dikobarkan agar jangan sampai hanya menjadi sekadar kampanye dan pemenuhan tugas karena secara nyata bisa mendorong UMKM naik kelas dan menekan impor. Manfaatnya diharapkan bisa ikut memutar ekonomi di dalam negeri.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022