Dihubungi oleh ANTARA dari Jakarta pada Senin, psikolog klinis RSUD Wangaya Bali, Nena Mawar Sari mengatakan bahwa dalam peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2022 yang diperingati hari ini, masih terdapat stigma yang disematkan kepada mereka yang memiliki isu kesehatan mental.
Dia memberikan contoh bagaimana lebih mudah meminta izin untuk beristirahat akibat penyakit fisik dibandingkan akibat gangguan mental. Hal itu salah satunya dilatarbelakangi stigma yang masih dilekatkan kepada pasien dengan isu kesehatan mental.
"Mestinya akses untuk itu dapat dibuat regulasi agar pelayanan kesehatan mental itu benar-benar mendapat dukungan penuh, misalnya di puskesmas ada satu psikolog," katanya.
Baca juga: Psikolog: Setiap individu perlu menjaga kesehatan fisik dan mental
Baca juga: Mulai peduli dengan sekitar jadi upaya pertama pencegahan bunuh diri
Selain itu, akses untuk layanan kesehatan mental juga dapat dimulai di sekolah-sekolah dengan memastikan adanya konselor yang memiliki kapabilitas dan paham terkait isu kesehatan mental.
Layanan kesehatan mental yang diberikan oleh berbagai organisasi profesi juga dapat semakin lancar untuk mendukung pemahaman masyarakat terkait pentingnya hal tersebut.
Selain itu, perlu semakin dilancarkan layanan hotline untuk pencegahan bunuh diri.
"Hotline setidaknya layanannya dibuat lancar," tutur Nena.
Sosialisasi terkait kesehatan mental juga perlu dilakukan di tingkat akar rumput, dimulai dari komunitas terkecil seperti kelompok arisan sampai kegiatan di tingkat desa.
Hal itu perlu dilakukan agar masyarakat awam semakin sadar beragam isu terkait kesehatan mental dan implikasinya yang dapat ditemukan di kehidupan sehari-hari.*
Baca juga: Pentingnya peran orang tua dalam kesehatan mental anak dan remaja
Baca juga: Dokter: Psikoterapi perlu dibarengi motivasi kuat dari dalam diri
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022