• Beranda
  • Berita
  • Polri tegaskan efek gas air mata tidak sampai akibatkan kematian

Polri tegaskan efek gas air mata tidak sampai akibatkan kematian

10 Oktober 2022 20:20 WIB
Polri tegaskan efek gas air mata tidak sampai akibatkan kematian
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Polisi Dedi Prasetyo memperlihatkan selongsong gas air mata yang menjadi standar digunakan oleh Satuan Brimob Polri seluruh Indonesia dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

bahwa gas air mata atau CS ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan

Kepolisian Negara Republik Indonesia menegaskan penggunaan gas air mata dapat menimbulkan iritasi mata, pernafasan dan gangguan pada kulit, tetapi belum ada jurnal ilmiah yang menyebutkan gas air mata mengakibatkan fatalitas atau kematian seseorang.

"Kalau misalnya terjadi iritasi pada pernafasan, sampai saat ini belum ada jurnal ilmiah menyebutkan bahwa ada fatalitas gas air mata yang mengakibatkan orang meninggal dunia," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, dalam konferensi pers di Mabes Polri, Senin.

Dedi mengungkapkan saat berkunjung ke Rumah Sakit Umum Daerah Saiful Anwar Malang bersama Forkopimda Jawa Timur usai tragedi Kanjuruhan, dijelaskan oleh dokter spesialis (paru, penyakit dalam, THT, dan mata) yang menangani korban baik yang meninggal dunia maupun luka-luka, tidak satu pun dokter yang menyebutkan bahwa penyebab kematian korban adalah gas air mata.

"Penyebab kematian adalah kekurangan oksigen karena terjadi desak-desakan, terinjak-injak, bertumpuk-tumpukkan, mengakibatkan kekurangan oksigen di pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini jatuh korban cukup banyak, jadi perlu saya sampaikan seperti itu," ungkap Dedi.

Mengenai kontroversi penggunaan gas air mata di Stadion Kanjuruhan, Dedi memberikan penjelasan dengan merujuk pada keterangan pakar, yakni Dr. Mas Ayu Elita Hafizah, dosen Teknologi Pertahanan Universitas Pertahanan dan Universitas Indonesia, yang menerangkan bahwa gas air mata atau CS (chlorobenzalmalononitrile) hanya boleh digunakan di seluruh dunia, standarnya oleh aparat penegakan hukum dan tidak boleh digunakan untuk peperangan.

Regulasi penggunaan gas air mata mengacu pada Protocol Geneva (Protokol Jenewa) tahun 1925 dan Chemical Weapon Convention (CWC) tahun 1993.

"(Regulasi) ini menjadi dasar penggunaan CS bagi kepolisian seluruh dunia, itu diperbolehkan, sama di Indonesia," katanya.

Adapun mengenai dampak yang ditimbulkan dari gas air mata, Dedi merujuk pada keterangan Guru Besar Taksikolgi Universitas Udayana Profesor I Made Agus Gelgel Wirasuta yang menyebutkan gas air mata dapat menimbulkan perih mata, hidung dan mulut yang akan langsung bereaksi jika terpapar, namun tidak ada toksisitas yang mengakibatkan kematian.

"Saya mengutip Profesor Made Gelgel, termasuk Dr. Mas Ayu Elita, bahwa gas air mata atau CS ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan," tambah Dedi.

Ia juga memaparkan hasil keterangan pakar dan para dokter bahwa gas air mata ini dampaknya terjadi iritasi pada mata, kulit dan pernafasan.

Dokter spesialis mata menyebutkan ketika kena gas air mata maka pada mata terjadi iritasi sama seperti ketika kena air sabun, terjadi perih tapi beberapa waktu bisa sembuh dan tidak mengakibatkan fatal.

"Termasuk Profesor Made Gelgel menyampaikan dalam gas air mata tidak ada racun yang mengakibatkan matinya seseorang," imbuh Dedi.

Mantan Karopenmas Polri itu menambahkan bahwa tim investigasi masih bekerja di lapangan melakukan pendalaman, termasuk soal penggunaan gas air mata. Apabila ke depan ada jurnal ilmiah baru yang mengungkap bahaya penggunaan gas air mata, tentu akan menjadi acuan Polri dan tim investigasi yang dibentuk oleh Kapolri.

"Tentunya ini masih butuh pendalaman-pendalaman lebih lanjut. Apabila ada jurnal-jurnal ilmiah yang baru, temuan-temuan yang baru, tentu akan menjadi acuan bagi tim investigasi bentukan Bapak Kapolri yang masih terus bekerja dan menyelesaikan kasus ini sesuai dengan perintah Bapak Presiden," kata Dedi.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022