"Kami tidak sependapat dengan hal itu ya, karena TransJakarta ini, kita sifatnya inklusif, jadi ini sesuatu yang bisa dinikmati oleh semua orang sebenarnya," kata Direktur Operasional PT TransJakarta, M Indrayana di Jakarta, Selasa.
Tentunya, kata dia, harus ada proses yang dijalankan. Misalnya terkait dengan penggunaan tiket ataupun QR Code.
Namun dia mengakui yang bisa menikmati benda cagar budaya tersebut lewat fasilitas "sky deck" di lantai dua halte haruslah penumpang TransJakarta.
Baca juga: Halte Transjakarta Bundaran HI ditargetkan rampung 100 persen pada November
Dengan penggunaan tiket ataupun QR Code itu, tidak semua orang bisa masuk ke Halte TransJakarta Bundaran HI itu. Namun pihaknya
Dengan penggunaan tiket ataupun QR Code itu, tidak semua orang bisa masuk ke Halte TransJakarta Bundaran HI itu. Namun pihaknya
bisa mendata jumlah orang yang datang dan menggunakan fasilitas di sana.
"Saya tidak ingin bicara tarif ya, tapi artinya yang saat ini kita jalankan juga sudah sesuai dengan aturan, yakni seperti yang disampaikan oleh gubernur bahwa harus 'tap in' dan 'tap out'," kata dia.
Terlebih hampir seluruh masyarakat Jakarta atau yang berkegiatan di Jakarta adalah pelanggan TransJakarta. Bahkan TransJakarta juga menyediakan fasilitas-fasilitas khusus untuk masyarakat dengan kriteria-kriteria tertentu.
"Sekarang kriteria pelanggan itu kan yang masuk dan menggunakan tiket, tapi kan bagi masyarakat yang, misalnya, disabilitas terus memenuhi kriteria-kriteria tertentu seperti lansia dan lain-lain kan mereka juga bisa mendapatkan kartu gratis," katanya.
Artinya tidak mengurangi inklusivitas dari halte ini ataupun seluruh fasilitas TransJakarta.
Baca juga: Anies inspeksi pembangunan Halte Transjakarta Bundaran Hotel Indonesia
Adanya halte dengan fasilitas "sky deck" tersebut, kata Indrayana, memberikan opsi lain dalam menikmati pemandangan Bundaran HI dan Tugu Selamat Datang walau pandangan ke tugu tersebut terhalang.
"Pandangan kita ke Tugu Selamat Datang memang terganggu seandainya kita berada di median jalan, tapi sebagai gantinya kita bisa memberikan suatu area yang baru yang jauh lebih baik yang juga bisa dinikmati oleh masyarakat banyak," katanya.
"Saya tidak ingin bicara tarif ya, tapi artinya yang saat ini kita jalankan juga sudah sesuai dengan aturan, yakni seperti yang disampaikan oleh gubernur bahwa harus 'tap in' dan 'tap out'," kata dia.
Terlebih hampir seluruh masyarakat Jakarta atau yang berkegiatan di Jakarta adalah pelanggan TransJakarta. Bahkan TransJakarta juga menyediakan fasilitas-fasilitas khusus untuk masyarakat dengan kriteria-kriteria tertentu.
"Sekarang kriteria pelanggan itu kan yang masuk dan menggunakan tiket, tapi kan bagi masyarakat yang, misalnya, disabilitas terus memenuhi kriteria-kriteria tertentu seperti lansia dan lain-lain kan mereka juga bisa mendapatkan kartu gratis," katanya.
Artinya tidak mengurangi inklusivitas dari halte ini ataupun seluruh fasilitas TransJakarta.
Baca juga: Anies inspeksi pembangunan Halte Transjakarta Bundaran Hotel Indonesia
Adanya halte dengan fasilitas "sky deck" tersebut, kata Indrayana, memberikan opsi lain dalam menikmati pemandangan Bundaran HI dan Tugu Selamat Datang walau pandangan ke tugu tersebut terhalang.
"Pandangan kita ke Tugu Selamat Datang memang terganggu seandainya kita berada di median jalan, tapi sebagai gantinya kita bisa memberikan suatu area yang baru yang jauh lebih baik yang juga bisa dinikmati oleh masyarakat banyak," katanya.
Sebelumnya, sejarawan JJ Rizal memprotes revitalisasi Halte TransJakarta Bundaran HI karena dinilai melanggar kawasan ODCB yang perlakuannya sama dengan cagar budaya.
Ia meminta agar pembangunan halte yang digadang ikonik itu untuk dihentikan.
"Halte tetap di tempat tetapi carilah model arsitektur yang ramah dan respek pada kawasan sejarah, desain yang lebih menghormat vista cagar budaya, bukan yang dengan sengaja malah memanfaatkan ruang yang bernilai komersial untuk komersialisasi," katanya.
Ia meminta agar pembangunan halte yang digadang ikonik itu untuk dihentikan.
"Halte tetap di tempat tetapi carilah model arsitektur yang ramah dan respek pada kawasan sejarah, desain yang lebih menghormat vista cagar budaya, bukan yang dengan sengaja malah memanfaatkan ruang yang bernilai komersial untuk komersialisasi," katanya.
Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2022