Pemerintah harus membuat terobosan bidang penanganan kelanjutusiaan
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah memperkirakan jika jumlah lansia di Indonesia akan mencapai 1,5 miliar jiwa pada tahun 2050 mendatang.
“Berdasarkan data WHO tahun 2022, jumlah lansia usia 60 tahun ke atas di Indonesia sebesar 10,8 persen atau sekitar 29,3 juta orang. Jumlah tersebut diproyeksikan akan berlipat ganda menjadi 1,5 miliar pada tahun 2050,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam Webinar "Resilience of Older Persons in a Changing World" yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Hasto menuturkan prediksi tersebut berpeluang besar menjadi nyata, karena persentase lansia selama 50 tahun terakhir meningkat dari 4,5 persen di tahun 1971 menjadi 10,8 persen di tahun 2022.
WHO melalui data Global Health Estimates (GHE) tahun 2019 dan data dari UN Population Division (2022) mengatakan angka harapan hidup lansia pada usia 60 tahun adalah 17,9 tahun, dengan usia harapan hidup sehat selama 13,4 tahun.
Kemudian menurut data BPS tahun 2021, angka tersebut diproyeksi akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 19,9 persen pada tahun 2045.
Baca juga: BKKBN: Integrasi data keseriusan entaskan kemiskinan ekstrem lansia
Baca juga: BKKBN: Tak bisa samakan gaya belajar lansia dengan usia produktif
“Fenomena penuaan penduduk ini bisa dimanfaatkan sebagai bonus demografi kedua bagi dunia. Sehingga pemerintah harus membuat terobosan baru di bidang penanganan kelanjutusiaan guna mempersiapkan lansia di Indonesia menjadi lansia yang tangguh,” katanya.
Sayangnya, tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan lansia tangguh adalah kondisi lansia itu sendiri. Di mana lansia Indonesia memiliki keadaan berpendidikan rendah, mengalami kemiskinan dan banyak di antaranya adalah single parent yang menjadi kepala keluarga.
Menurut Hasto dalam mengubah dan meningkatkan kualitas hidup lansia, pemerintah tidak dapat hanya memanfaatkan penggunaan Program Bina Keluarga Lansia yang dioptimalkan saja.
Berbagai program kelanjutusiaan yang dapat lebih diperkuat oleh pemerintah yakni pemberian pelatihan pengasahan bakat pada lansia atau mendirikan sekolah lansia seperti yang dicetuskan oleh Yayasan Indonesia Ramah Lansia (IRL) supaya pengetahuan dan pengalaman lansia bertambah.
Upaya itu juga dapat mendorong lansia produktif bagi dirinya sendiri ataupun lingkungan di sekitarnya. Upaya itu juga dimaksudkan untuk mempersiapkan lansia menghadapi transisi penuaan penduduk, sehingga tidak membebani baik keluarganya atau negara secara langsung.
“Program dan kegiatan pada BKL dan sekolah lansia tersebut memiliki tujuan yang sama dalam upaya menjadikan Lansia yang sehat, aktif, mandiri, produktif dan bermartabat, sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2021 tentang strategi nasional kelanjutusiaan untuk mewujudkan lansia yang mandiri, sejahtera dan bermartabat,” katanya.
Hasto menekankan bahwa diperlukan integrasi dan keterpaduan lintas sektor baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, mitra kerja, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, sektor swasta, serta partisipasi aktif masyarakat untuk bersama-sama meningkatkan kualitas hidup lansia Indonesia.
Dengan demikian optimalisasi pelaksanaan program kelanjutusiaan di komunitas dan manfaatnya dapat dirasakan oleh keluarga lansia dan lansia itu sendiri, sehingga kunci penting dari keberhasilan itu adalah sinergitas program antara mitra kerja terkait.
“Oleh karena itu, kami mengintegrasikan kelompok BKL dengan sekolah lansia guna mencapai hal tersebut,” katanya.
Baca juga: BKKBN: Wujudkan lansia tangguh bentuk ketahanan demografi
Baca juga: BKKBN sebut delapan provinsi sedang alami penuaan penduduk
Catatan: Berita ini sudah diperbaiki pada angka di teras berita. Perbaikan dilakukan pada Kamis (13/10) pukul 18.54 WIB.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022