Hal tersebut diungkapkannya dalam acara diskusi mengenang satu tahun wafatnya Sabam Sirait oleh Persatuan Nasional Aktivis 98 (Pena 98) di Gedung Joang '45, Jakarta, Kamis.
"Siapa yang sangka Bang Sabam itu pejabat, pakaiannya begitu, dan segala macam, karena menurut Bang Sabam pakaian itu enggak penting-penting amat," ucap Adian.
Alih-alih mementingkan penilaian dari penampilan luar, Adian menyebut Sabam memberikan teladan untuk lebih mementingkan kualitas pemikiran dari isi kepala.
"Kenapa? Kita bisa ke Tanah Abang dan bisa menjadi apa saja ketika kita punya uang untuk membeli pakaian jenis apa pun di sana, tapi menjadi manusia tidak tergantung dari berapa banyak uang kita untuk mampu membeli berapa mahal 'bungkus'-nya," tuturnya.
Ia juga mengingat petuah Sabam bagi anak muda untuk turun langsung ke 'bawah' dan menyatu dengan rakyat guna menyelesaikan persoalan-persoalan sosial.
Baca juga: Sidarto: Sabam Sirait tokoh demokrasi yang sangat cinta Indonesia
Baca juga: Pena 98 gelar diskusi kenang satu tahun wafatnya Sabam Sirait
"Dia memotivasi kita bahwa kalau kamu mau mencari jawaban dari persoalan-persoalan sosial ya datang ke rakyat, turun ke sana, organisir itu dan sebagainya," ucap salah satu pendiri Forum Kota (Forkot) itu.
Senada dengan Adian, aktivis Bursah Zarnubi juga mengenang Sabam sebagai sosok yang merakyat bahkan tak tampak seperti pejabat negara. Hal itu, lanjutnya, memberikan teladan bagi anak muda untuk mengedepankan gagasan dan pemikiran.
"Dia tampil kayak rakyat biasa tapi pikiran-pemikirannya maju, modern, orang kayak gini enggak banyak di Indonesia, langka," kata Ketua Umum Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) itu.
Bursah menilai sosok Sabam yang mewacanakan demokrasi yang paling otentik, yang membuatnya disegani oleh berbagai tokoh politik. "Di tengah-tengah orang bertikai soal sektarian agama dia berkumpul di kelompok-kelompok yang sangat pluralistik, tanpa curiga, jujur, tulus, mengembangkan pemikiran-pemikiran demokrasi," tuturnya.
Hal tersebut, ujarnya lagi, memberikan gambaran bahwa Pancasila seolah-olah memang menjadi living ideology oleh Sabam dan tidak hanya sekadar menjadi retorika belaka.
"Orang seperti Pak Sabam ini enggak perlu diajarkan lagi Pancasila, dia justru otentifikasi dirinya di dalam mengejawantahkan Pancasila itu sudah melekat di dirinya, tanpa dia mengomongkan soal pluralisme, soal NKRI, dia sudah Pancasila itu sendiri," ucap Bursah.
Dalam diskusi "Mempertahankan Demokrasi Pancasila di NKRI" itu, hadir pula Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto, Ketua Umum Perhimpunan Mahasiswa Katolik RI (PMKRI) Tri Natalia Utara dan Ketua Umum Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Muhammad Abdullah Syukri sebagai pembicara.
Baca juga: Sabam Sirait menjadikan politik sebagai panggilan hidup
Baca juga: Ketua DPD RI: Sabam Sirait literatur demokrasi HAM kebinekaan
Sabam Sirait ikut terlibat dalam deklarasi PDI tahun 1973 dan ikut mendirikan PDI Perjuangan tahun 1998. Sabam meninggal dunia pada Rabu 29 September 2021, karena sakit.
Peraih Bintang Mahaputra Utama itu semasa hidupnya pernah menjabat sebagai anggota DPR Gotong Royong (1967-1973), anggota Dewan Pertimbangan Agung (1983-1992), anggota DPR RI (periode 1973-1982), anggota MPR RI (periode 1992-2009 dan 2019-2021), serta anggota DPD RI (2018-2019).
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022