Alam mencetak dirinya sendiri di atas kain
Nurjanah tampak cekatan menata produknya pada hari kedua gelaran Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) di Benteng Oranje Kota Ternate, Maluku Utara.
Bersama sang suami, ia bersemangat menampilkan kain batik dan aneka produk fashion pada perhelatan itu.
Nurjanah dan suaminya merupakan penyandang disabilitas. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dia memulai usaha kuliner pada 2013. Selain itu, dia memberikan pelatihan kepada sesama kaum difabel secara gratis agar mereka kelak mandiri dan mampu menjalankan usaha.
Kala itu, perempuan ulet tersebut mengelola UMKM Serba Usaha Ternate Local Product dengan produk olahan makanan dan minuman. Kemudian mulai tahun 2020 menggeluti bisnis fashion dengan label Mayana Ecoprint.
Selain tangguh, Nurjanah dikenal sebagai sosok yang inspiratif karena ringan berbagi ilmu dan pengalaman serta peduli dengan kaum yang senasib dengannya. Oleh karena itu, seluruh pekerjanya pun merupakan penyandang disabilitas.
Meski ada keterbatasan, menurut dia, kapasitas intelektual mereka tetap sama.
Bermanfaat bagi orang lain, bagi dia, merupakan sikap dan laku hidup yang paling mulia. Bisa melihat orang lain tersenyum merupakan pencapaian tertinggi.
"Penjualan dan pendapatan itu bonus. Yang penting berguna untuk orang lain, bermanfaat pula bagi alam," tuturnya.
Di tengah mengelola usahanya, Nurjanah juga aktif menjadi pengajar sukarela di sekolah luar biasa (SLB). Baginya, berbagi ilmu dan pengalaman memberikan kepuasan tersendiri.
Tertarik seni
Bermula dari ketertarikannya pada seni lukis, ia menuangkan imajinasinya di kain sebagai objek. Ia tidak memakai kuas tapi menjiplak dedaunan dengan cara melekatkan daun di atas kain atau biasa dikenal sebagai teknik ecoprint.
Proses pembuatan ecoprint diawali dengan perendaman kain menggunakan air yang sudah direbus dengan dedaunan kering seperti daun jarak kepyar, jarak wulung, dan pakis-pakisan. Air rebusan yang memiliki tanin atau senyawa yang berguna untuk mengunci warna pada kain agar tidak luntur itu ditambahkan pewarna alam indigofera.
Selanjutnya proses pencetakan dengan cara merentangkan kain setengah basah. Kemudian daun yang telah dipilih ditata sesuai selera untuk menghasilkan motif pada kain. Dedaunan tersebut kemudian ditutup kembali dengan kain.
Kain itu kemudian digulung menggunakan plastik dengan mempertahankan posisi daun agar tidak bergeser. Setelah itu diikat kencang.
Tahapan selanjutnya adalah pengukusan selama 2 jam, yang bertujuan agar warna dasar daun keluar. Setelah pengukusan selesai, kain dibuka, lalu dibersihkan dari sisa-sisa daun yang menempel di kain. Maka motif sudah tercetak di kain.
Motif yang dihasilkan tampak lebih kontemporer dibandingkan batik yang digambar ataupun dicetak dengan motif klasik.
Teknik ecoprint bagi pekerja industri tekstil merupakan hal yang biasa dilakukan. Ecoprint merupakan teknik mencetak pada kain dengan menggunakan pewarna alami dan membuat motif dari daun secara manual dengan cara ditempel.
Sesuai namanya, ecoprint berasal dari kata eco atau ekosistem yang berarti lingkungan hayati atau alam, sementara print artinya cetak.
Teknik ecoprint tidak menggunakan alat seperti canting (alat seperti pena untuk membatik) dan malam, namun memakai bahan yang terdapat di alam sekitar, seperti dedaunan yang menghasilkan warna alami.
Nurjanah memilih daun mayana sebagai motif utama. Alasannya, daun itu cukup dekat dengan warga Maluku Utara karena sering dipakai untuk obat tradisional. Daun itu juga memiliki nilai estetika jika berada di atas helai kain.
Di samping itu, ada juga motif-motif lainnya yang menggambarkan kekayaan alam Maluku Utara, seperti daun pala, jati, balacai, pakis hutan, dan ketapang.
"Alam mencetak dirinya sendiri di atas kain," tuturnya.
Adapun produk fashion yang diproduksi perempuan muda itu berbahan kain dan kulit yang dibuat menjadi tas, sepatu, jilbab, mukena, kaus, hingga tas jinjing.
Dari sekian produk, yang terlaris (best seller) adalah tempat air minum dan jilbab.
Ramah lingkungan
Sebenarnya ecoprint bukan cara baru di dunia ekonomi kreatif dalam usaha menciptakan bisnis ramah lingkungan.
Jauh sebelumnya, dunia fashion telah melakukan berbagai kreasi produk ramah lingkungan, seperti pembuatan tas yang berasal dari limbah plastik, kertas bekas kemasan, dan sebagainya.
Sama halnya dengan kain, kain ecoprinting juga memiliki kelebihan. Proses pembuatan yang unik menjadikan ecoprint memiliki motif yang berbeda-beda bahkan cenderung eksklusif. Keunggulan itulah yang membuat ecoprint tampak istimewa.
Keunggulan lainnya, yakni memiliki nilai jual yang tinggi dan bila sudah jadi busana, cocok digunakan berbagai acara.
Nurjanah menjual hasil produksinya di kisaran Rp100 ribu hingga Rp7 juta. Harga produknya itu bergantung pada jenis kainnya.
"Produk kami jelas tidak merusak ekosistem. Limbah hasil rebusannya pun dapat dijadikan pupuk," katanya.
Burung baikole
Tidak berhenti pada motif dedaunan, UMKM binaan PT Pertamina itu mulai mempelajari sekaligus mengembangkan batik kombinasi cap dan ecoprint.
Nurjanah mengombinasikan motif batik cap dengan motif burung baikole dan dedaunan.
Pemilihan burung baikole dalam batik ecoprint itu didorong karena unggas terbang ini mulai jarang ditemui di Ternate. Nurjanah memilih burung itu sebagai motif dalam produknya.
Melalui Gernas BBI, ia berharap acara itu dapat menambah informasi dan pengetahuan untuk dijadikan referensi guna menjangkau pasar lebih luas.
Di samping itu, masyarakat Indonesia, khususnya di Maluku Utara, diharapkan lebih peduli sekaligus mencintai produk yang ada di sekitarnya.
Nurjanah mengapresiasi dukungan pemerintah kepada pelaku UMKM, antara lain, melalui pendampingan sejumlah instansi, kementerian, lembaga, maupun perusahaan yang kemudian memberi mereka pelatihan agar dapat mengembangkan usaha.
Ketekunan, kepedulian, dan kreativitas Nurjanah sudah menunjukkan hasilnya. Kini, makin banyak orang yang bangga menggunakan produk buatan Indonesia.
Apa yang dilakukan Nurjanah bukan saja telah mengangkat harkat kaum disabilitas. Lebih dari itu, usahanya sudah menjadi bagian penting dalam pemulihan ekonomi nasional.
Editor: Achmad Zaenal M
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022