• Beranda
  • Berita
  • Komnas Perempuan minta Polri lanjutkan proses hukum kasus Rizky Billar

Komnas Perempuan minta Polri lanjutkan proses hukum kasus Rizky Billar

17 Oktober 2022 16:24 WIB
Komnas Perempuan minta Polri lanjutkan proses hukum kasus Rizky Billar
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani memberikan keterangan pers di Jakarta, Senin. (ANTARA/HO-Humas Komnas HAM).
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani meminta Polri untuk melanjutkan proses hukum kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dengan tersangka Rizky Billar (RB) meskipun korban penyanyi Lesti Kejora (LK) telah mencabut laporannya.

"Komnas Perempuan mendukung langkah kepolisian, khususnya Polres Jakarta Selatan untuk tetap melanjutkan proses hukum dalam penanganan kasus LK dengan maksud untuk memastikan kejadian serupa tidak berulang di kemudian hari," kata Andy Yentriyani dalam keterangan, di Jakarta, Senin.

Menurutnya, pencabutan pelaporan tidak serta merta menghentikan proses hukum.

"Pihak pelaku KDRT ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 44 ayat (1) UU Penghapusan KDRT yang termasuk dalam kategori delik biasa, bukan delik aduan," katanya.

Baca juga: Polisi: Lesti Kejora cabut laporan tak langsung hentikan proses hukum

Komnas Perempuan juga meminta kepolisian dan masyarakat agar waspada dengan adanya potensi siklus kekerasan dalam kasus KDRT.

Andy menjelaskan bahwa dalam siklus kekerasan, korban dan pelaku akan terus berputar dari kondisi tanpa kekerasan, kondisi ketegangan, kondisi ledakan kekerasan, dan kondisi rekonsiliasi.

"Namun dari waktu ke waktu, ledakan kekerasan dapat menjadi lebih intensif dan dapat menjadi sangat fatal dengan mengakibatkan luka yang serius hingga meninggal dunia," katanya.

Pihaknya meminta kepolisian tidak melakukan pendekatan keadilan restoratif karena dapat membuka celah impunitas pelaku dan meneguhkan siklus KDRT.

Baca juga: Kepala BKKBN: KDRT wujud ketidakmampuan toleransi berkeluarga

Hal tersebut karena pasal yang disangkakan terhadap pelaku tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana ringan.

"Pasal 44 ayat (1) UU Penghapusan KDRT menyebutkan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp15 juta," kata Andy Yentriyani.

Selain itu, Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif belum memuat penanganan khusus dalam kasus kekerasan terhadap perempuan termasuk KDRT.

Baca juga: Menteri PPPA mendorong warga melaporkan kasus KDRT

"Perkapolri ini hanya memuat langkah pelaku untuk permohonan maaf dan penggantian kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana tanpa disertai dengan pengaturan mengenai langkah-langkah lanjutan yang wajib dilakukan oleh pelaku agar memastikan kejadian serupa tidak berulang," katanya.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022