Melalui tangan kreatif ibu-ibu anggota Kelompok Salingka Danau Maninjau (Sadama) Kecamatan Tanjungraya, Kabupaten Agam, eceng gondok yang dianggap sebagai gulma, diolah menjadi produk kerajinan bernilai ekonomi.
Selama ini eceng gondok dengan nama Latin eichhornia crassipes merupakan salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok mudah menyebar melalui saluran air.
Karena memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi, tanaman ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan.
Akibatnya, eceng gondok menjadi salah satu limbah yang mengakibatkan perairan Danau Maninjau menjadi tercemar, selain limbah dari rumah tangga dan pakan ikan yang mengendap di dasar danau akibat pemberian yang terlalu banyak.
Padahal, Danau Maninjau sudah masuk kategori hipereutrofik, yang selangkah lagi akan menjadi danau mati jika tidak dilakukan penyelamatan serius.
Saat ini, hamparan eceng gondok di danau vulkanik itu mencapai 10 hektare yang tersebar di delapan dari sembilan nagari atau desa adat di Kecamatan Tanjungraya.
Dengan kondisi itu, permukaan danau harus dibersihkan dari keberadaan eceng gondok. Apabila tidak dibersihkan, permukaan Danau Maninjau bakal dipenuhi oleh tanaman itu sehingga danau akan mati akibat cahaya Matahari tidak bisa masuk ke dasar danau.
Namun para ibu di Kelompok Sadama, dengan didampingi sejumlah pihak, melihat hamparan eceng gondok itu dengan sudut pandang berbeda. Tanaman di Danau Maninjau ini justru menjadi bahan baku penting kerajinan tangan berupa tas, dompet, peci, tempat tisu, dan produk lainnya.
Memiliki 20 anggota, Sadama sejak 1 bulan lalu mulai mengolah eceng gondok setelah sebelumnya difasilitasi sebuah BUMN untuk mengikuti pelatihan.
Menurut Ketua Kelompok Salingka Danau Maninjau Neti Sumarni pihaknya mendapatkan pembekalan dari dari PT PLN UIK Sumatera Bagian Selatan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumbar, dan DLH Agam dengan narasumber dari Tasikmalaya, Jawa Barat.
Tak hanya itu perusahaan pelat merah itu juga memberi bantuan untuk mendukung pengembangan kerajinan tangan produksi Sadama.
Untuk bahan baku kerajinan tangan dibuat dari eceng gondok dibeli dari warga sekitar dan Satgas Pembersihan Danau Maninjau dengan harga Rp1.000 per kilogram.
Setelah itu, eceng gondok dijemur sampai kering. Setelah kering, eceng gondok disulam menjadi tas, dompet, peci, tempat tisu, dan lainnya sehingga lebih bernilai ekonomi.
Untuk 50 kilogram eceng gondok bisa menghasilkan dua sampai tiga tas atau peci.
Seorang anggota kini bisa memproduksi empat tas per hari dan untuk dompet ukuran kecil bisa sekitar satu unit per jam.
Hasil produksi kerajinan tangan itu dipasarkan di sekitar Kecamatan Tanjungraya bahkan dijual saat ada pameran di Kota Padang.
Saat ini permintaan cukup banyak dari konsumen perseorangan, hotel, pemerintah, dan lainnya. Produk kerajinan tangan itu dijual dengan beragam ukuran.
Untuk dompet ukuran kecil dijual Rp10 ribu sampai Rp20 ribu, tas ukuran besar dijual Rp200 ribu sampai Rp300 ribu.
Dengan kondisi itu, anggota kelompok bisa meraih pendapatan tambahan dan Danau Maninjau bisa bersih dari pencemaran eceng gondok.
Bahkan saat ini Sadama mengaku agak kesulitan memenuhi permintaan dari konsumen yang terus mengalir.
General Manager PT PLN UIK Sumbagsel Djoko Mulyono mengatakan pelatihan pengolahan eceng gondok merupakan sinergi dengan Pemprov Sumbar dan Pemkab Agam untuk mengatasi masalah pencemaran Danau Maninjau serta meningkatkan peran masyarakat terhadap ekonomi kreatif.
Pemulihan danau
Melalui pelatihan tersebut dapat mempercepat implementasi peran masyarakat dalam upaya penyelamatan Danau Maninjau.
Pelatihan itu merupakan program kepedulian masyarat (CSR) PT PLN UIK Sumbagsel dengan mendatangkan kelompok masyarakat kreatif dari Tasikmalaya yakni Family Handycraft yang diketuai oleh Ade Abubakar.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumbar Siti Aisyah menambahkan salah satu pemicu pencemaran Danau Maninjau adalah tumbuhnya eceng gondok dengan luas mencapai 10 hektare.
Eceng gondok bisa memperlambat recovery danau yang seharusnya memulihkan diri sendiri akibat cahaya Matahari terhalang oleh hamparan tumbuhan itu.
Dengan adanya pelatihan itu dapat mengurangi persoalan Danau Manjinjau yang disesaki eceng gondok. Selama ini pemerintah sudah intensif melakukan gotong royong membersihkan danau dari eceng gondok.
Wali Nagari Koto Malintang, Sumatera Barat, Nazirudin menyampaikan program pelatihan kerajinan tangan telah membantu dalam penyelamatan danau dari limbah eceng gondok.
Apabila eceng gondok tidak dibuang maka danau akan tertutup sehingga ekosistem di perairan tersebut bisa terganggu akibat sinar Matahari tidak bisa menembus ke dalam air.
Upaya yang dilakukan kelompok Sadama juga bagian dari penyelamatan danau dari pencemaran yang hasilnya bisa menambah pendapatan anggota kelompok.
Camat Tanjungraya Roza Syafdefianti berkomitmen memberikan masukan terkait pengembangan produk kerajinan tangan, agar mutu produk kerajinan lebih bagus. Beberapa produk dari daerah lain juga dibeli untuk memberi inspirasi dan ide bagi anggota kelompok tersebut.
Anggota kelompok jugab dijadwalkan studi banding ke Tasikmalaya guna menambah wawasan anggota dalam pengembangan produk sehingga bisa bersaing dengan produk kerajinan tangan daerah lain.
Setelah anggota kelompok Sadama merasakan manisnya hasil dari kerajinan berbahan baku eceng gondok, kini mereka tambah semangat karena usaha kreatifnya terbukti mampu meningkatkan pendapatan.
Kreativitas ibu-ibu Kelompok Sadama terbukti mampu membersihkan perairan Danau Maninjau dari hamparan enceng gondok. Dari tanaman gulma ini pula mereka meraup cuan (untung).
Editor: Achmad Zaenal M
Pewarta: Ikhwan Wahyudi/Yusrizal
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022