Saham-saham Asia sebagian besar jatuh akhir perdagangan Rabu, dengan investor berhati-hati terhadap China di tengah Kongres Partai yang sedang berlangsung, sementara pasar Eropa akan memperpanjang optimisme pada pendapatan menjelang pembacaan inflasi Inggris.Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang membalikkan kenaikan awal menjadi 0,5 persen lebih rendah
Indeks MSCI dari saham Asia Pasifik di luar Jepang membalikkan kenaikan awal menjadi 0,5 persen lebih rendah, didorong oleh penurunan 1,6 persen pada saham-saham unggulan China dan penurunan 2,4 persen pada indeks Hang Seng Hong Kong.
Di tempat lain, Nikkei Jepang ditutup menguat 0,4 persen, sementara indeks utama saham Australia ASX 200 terangkat 0,3 persen mengikuti Wall Street lebih tinggi, serta indeks KOSPI Korea Selatan berakhir merosot 0,6 persen.
Euro Stoxx 50 berjangka naik 0,6 persen. S&P 500 berjangka AS naik 0,7 persen dan Nasdaq berjangka meningkat 1,0 persen.
Hasil kuartalan yang lebih baik dari perkiraan dari Goldman Sachs Group Inc, Johnson & Johnson dan Lockheed Martin membantu reli saham AS. Baik Dow Jones maupun S&P 500 naik 1,0 persen.
"Sementara saham telah berhasil menemukan dukungan teknis dalam beberapa hari terakhir dan dapat melambung lebih jauh ... risiko penurunan jangka pendek untuk saham tetap tinggi," kata Shane Oliver, kepala ekonom di AMP Capital, dikutip dari Reuters.
Chris Turner, kepala pasar global di ING, mengatakan minggu yang tenang untuk data AS juga bisa melihat koreksi dolar sedikit diperpanjang.
"Tapi pandangan inti bukan hanya The Fed, tetapi bank sentral lainnya yang mendaki ke dalam resesi yang menjulang berarti bahwa tren bullish dolar tetap utuh."
Dolar AS menguat 0,2 persen pada hari Rabu terhadap sekeranjang mata uang utama. Dolar mencapai tertinggi baru 32 tahun di 149,34 yen semalam, sebelum stabil di 149,28 di tengah risiko intervensi dari otoritas Jepang.
Sterling naik 0,12 persen terhadap greenback untuk diperdagangkan pada 1,1333 dolar setelah sedikit berkurang di sesi sebelumnya.
Inggris, yang telah diguncang oleh krisis bersejarah di pasar obligasi pemerintah, akan melaporkan pembacaan inflasi untuk September di kemudian hari, dengan inflasi tahunan kemungkinan berjalan pada tingkat dua digit 10 persen bulan lalu.
Itu kemungkinan akan menekan bank sentral Inggris (BoE) untuk menaikkan suku bunga lebih agresif. BoE mengatakan pada Selasa (18/10/2022) bahwa mereka akan mulai menjual sebagian besar stok obligasi pemerintah Inggris mulai 1 November, tetapi tidak akan menjual obligasi berdurasi lebih lama tahun ini.
"Di tengah pandangan/perkiraan pasar yang berfluktuasi dengan cepat tentang apa yang akan diputuskan oleh BoE dengan suku bunga pada 2 November, titik referensi data utama adalah data inflasi Inggris September hari ini," kata Ray Attrill, kepala strategi valas di National Bank Australia.
Laporan inflasi kuat yang mengejutkan dari Selandia Baru pada Selasa (18/10/2022) mendorong pasar untuk secara tajam merevisi laju pengetatan yang diharapkan oleh bank sentral Selandia Baru (RBNZ).
Baca juga: IHSG ditutup menguat dipimpin saham sektor keuangan
Baca juga: Saham Inggris ditutup menguat, indeks FTSE 100 terdongkrak 0,24 persen
Baca juga: Saham Prancis untung hari keempat, indeks CAC 40 bertambah 0,44 persen
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2022