"Bila memerlukan obat sirup khusus, misalnya obat anti epilepsi atau lainnya yang tidak dapat diganti sediaan lain harap konsultasi dengan dokter spesialis anak atau konsultan anak," ujar Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia Piprim Basarah Yanuarso dalam pernyataan di Jakarta, Rabu.
Piprim menuturkan jika masyarakat memerlukan obat, maka tenaga kesehatan dapat meresepkan obat pengganti yang tidak terdapat dalam daftar dugaan obat terkontaminasi atau dengan jenis sediaan lain.
Obat pengganti tersebut dapat berupa suppositoria (obat yang dimasukkan ke dalam anus) atau bisa juga menggantinya dengan obat puyer dalam bentuk tunggal (monoterapi).
"Peresepan obat puyer tunggal hanya boleh dilakukan oleh dokter dengan memperhatikan dosis berdasarkan berat badan, kebersihan, pembuatan, dan tata cara pemberian," kata Piprim.
IDAI mengimbau tenaga kesehatan untuk melakukan pemantauan secara ketat terhadap tanda awal gangguan ginjal akut progresif atipikal itu, baik pasien yang dirawat inap maupun dirawat jalan.
Selain itu, rumah sakit diminta untuk meningkatkan kewaspadaan deteksi dini gangguan ginjal akut progresif atipikal dan secara kolaboratif mempersiapkan penanganan kasus tersebut.
Sejak akhir Agustus 2022 lalu, Kementerian Kesehatan dan Ikatan Dokter Anak Indonesia telah menerima laporan peningkatan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal yang dialami anak-anak di bawah usia lima tahun.
Hingga 18 Oktober 2022, pemerintah mencatat berdasarkan jumlah kasus yang dilaporkan ada sebanyak 206 anak dari 20 provinsi dengan angka kematian sebanyak 99 anak.
Baca juga: Tangerang hentikan sementara pendistribusian obat sirup di faskfaskes
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022