• Beranda
  • Berita
  • Harga minyak naik, ditopang China mungkin perlonggar karantina COVID

Harga minyak naik, ditopang China mungkin perlonggar karantina COVID

20 Oktober 2022 14:47 WIB
Harga minyak naik, ditopang China mungkin perlonggar karantina COVID
Ilustrasi - Anjungan minyak lepas pantai di Huntington Beach, California, Amerika Serikat. ANTARA/REUTERS/Lucy Nicholson/aa.
Harga minyak naik sekitar satu dolar di perdagangan Asia pada Kamis sore, karena sentimen investor menguat di tengah berita bahwa China sedang mempertimbangkan pengurangan durasi karantina untuk pengunjung yang datang.

Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember terangkat 80 sen atau 0,9 persen, menjadi diperdagangkan di 93,21 dolar AS per barel pada pukul 06.10 GMT.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman November yang berakhir pada Kamis, meningkat 1,29 dolar AS atau 1,5 persen, menjadi diperdagangkan di 86,84 dolar AS per barel. Kontrak WTI untuk pengiriman Desember terakhir naik 1,4 persen atau 1,16 dolar AS, menjadi 85,68 dolar AS per barel.

"Pasar melambung di tengah berita karantina itu dan karena perluasan indikasi yang telah lama ditunggu-tunggu bahwa masa kesulitan kebijakan nol-COVID akan segera berakhir," kata Stephen Innes, mitra pengelola di SPI Asset Management, menambahkan bahwa ini adalah "tanda positif pertama yang kami lihat dari China dalam hal COVID."

China, importir minyak mentah terbesar di dunia, telah menerapkan pembatasan ketat COVID-19 tahun ini, sangat membebani aktivitas bisnis dan ekonomi yang menurunkan permintaan bahan bakar.

Bloomberg melaporkan pada Kamis bahwa China sedang mempertimbangkan untuk memotong periode karantina untuk pengunjung yang masuk menjadi tujuh hari dari 10 hari, mengutip orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.

Laporan itu mengatakan para pejabat menargetkan pengurangan masa karantina menjadi dua hari di hotel dan kemudian lima hari di rumah, tetapi belum ada kejelasan tentang bagaimana pembatasan baru akan berlaku untuk orang asing dan pengunjung lain yang tidak memiliki tempat tinggal di China.

Baca juga: Minyak turun di Asia karena khawatir resesi dan pembatasan COVID China

Namun Innes memperingatkan bahwa kebijakan nol-COVID China kemungkinan akan tetap berlaku "setidaknya sampai kuartal pertama" tahun depan, dan mempertahankan pandangan bullish pada minyak.

"Tidak ada kebangkitan minyak serpih yang tidak mungkin terjadi, hanya ada beberapa langkah kebijakan yang langgeng yang dapat digunakan pemerintahan Biden untuk mendorong minyak secara efektif jauh lebih rendah."

Harga minyak telah mendapat dukungan dari larangan Uni Eropa terhadap minyak mentah dan produk minyak Rusia, serta pengurangan produksi dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan produsen lain termasuk Rusia, yang dikenal sebagai OPEC+.

OPEC + menyetujui pengurangan produksi 2 juta barel per hari pada awal Oktober - tetapi analis memperkirakan penurunan yang lebih kecil dalam produksi aktual sekitar 1 juta barel per hari karena produksi yang kurang di negara-negara seperti Iran, Venezuela dan Nigeria.

Secara terpisah Presiden AS Joe Biden mengumumkan rencana pada Rabu (19/10/2022) untuk menjual sisa pelepasan dari cadangan minyak darurat negara pada akhir tahun, atau 15 juta barel minyak, dan mulai mengisi kembali persediaan saat ia mencoba untuk meredam harga bensin yang tinggi menjelang pemilihan paruh waktu pada 8 November.

Namun, rilis itu "terlalu kecil untuk mempengaruhi pasar," kata Analis Komoditas Commonwealth Bank, Vivek Dhar, dalam catatan Kamis, memperkirakan itu akan meningkatkan pasokan minyak global hanya 0,04 juta barel per hari.

"Sanksi Uni Eropa terhadap impor minyak Rusia kemungkinan akan menjadi fokus pasar minyak dalam beberapa minggu mendatang ... Kami memperkirakan minyak berjangka Brent rata-rata 100 dolar AS per barel pada kuartal keempat 2022 di belakang gangguan pasokan dari sanksi Uni Eropa," tambah Dhar.

Sementara itu permintaan global untuk bahan bakar masih belum pasti. Kegiatan ekonomi AS berkembang moderat dalam beberapa pekan terakhir, meskipun datar di beberapa daerah dan menurun di beberapa daerah lain, Federal Reserve mengatakan pada Rabu (19/10/2022) dalam sebuah laporan yang menunjukkan perusahaan tumbuh lebih pesimis tentang prospek.

Baca juga: Presiden Biden: AS cari "alternatif" setelah pemotongan produksi OPEC+
Baca juga: Biden katakan AS siap lepas lebih banyak cadangan minyak

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022