Moeldoko mengaku hal itu didasari oleh survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada tahun 2020 yang menemukan potensi radikalisme sebesar 14 persen.
"Itu data dalam kondisi anomali saat pandemi. Tahun politik 2023-2024 ada kecenderungan meningkat," katanya kepada awak media selepas peluncuran Buku Laporan Capaian Kinerja Pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin Tahun 2022 di Gedung Bina Graha, Jakarta, Kamis.
Oleh karena itu Moeldoko menegaskan pentingnya membangun kesadaran tentang radikalisme di tengah situasi yang ada sekarang ini. "Jadi ini kita perlu announce agar kita semua memiliki awareness," ujarnya.
Baca juga: Moeldoko jelaskan capaian pemerintah dalam penanganan COVID-19
Baca juga: KSP minta pemda bentuk tata kelola inklusif untuk jamin kesetaraan
Moeldoko meyakini hasil survei BNPT itu bisa dipertanggungjawabkan kendati ia tidak menutup kemungkinan ada masyarakat yang mempertanyakan dasar survei potensi radikalisme tersebut.
"Saya serahkan untuk bertanya langsung kepada BNPT karena mereka yang memiliki standard seseorang dinyatakan masuk kelompok ini dan itu. Pasti ada standardnya, enggak mungkin asal-asalan," kata Moeldoko.
Pada Agustus lalu, Kepala BNPT Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi Boy Rafli Amar memaparkan lima upaya penegahan dan penanggulangan ancaman radikalisme dan terorisme di Indonesia.
Baca juga: Pemerintah luncurkan Buku Laporan Capaian Kinerja 2022
Kelima upaya tersebut adalah transformasi semangat kebangsaan, revitalisasi nilai Pancasila, moderasi beragama, penguatan nilai adat dan budaya, serta penanggulangan terorisme berbasis kesejahteraan.
Boy meyakini kelima upaya tersebut dapat mempersempit ruang gerak radikalisme dan terorisme yang anti konstitusi dan NKRI, bersifat transnasional, intoleran, radikal, menyalahgunakan narasi agama, anti terhadap kemanusiaan, dan menghalalkan kekerasan.
Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022