Ketua Umum Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) dr. Bagus Putu Putra Suryana, SpPD-KR mengatakan masa pandemi COVID-19 berpengaruh pada meningkatnya jumlah penderita osteoporosis atau keropos tulang.penderita osteoporosis jauh lebih banyak dari diabetes
"Penderita patah tulang dan osteoporosis meningkat setelah pandemi dua tahun ini," kata dr. Bagus Putu Putra Suryana dalam seminar virtual bertajuk "Ayo Tingkatkan Kesehatan Tulang, Cegah Osteoporosis" di Jakarta, Kamis.
Hal tersebut karena selama pandemi, mobilitas orang cenderung berkurang, makan tidak terkontrol, dan kurang menjaga kesehatan tulang.
"Hati-hati selama COVID-19 ini, mobilitas kita kurang, makanan kita tidak terkontrol dengan baik, perhatian kita cemas terhadap COVID-19 saja, lupa kalau ada osteoporosis," katanya.
Baca juga: Dokter sebut anak-anak juga bisa alami osteoporosis
Baca juga: Perosi: Osteoporosis lebih banyak terjadi dibanding penyakit lainnya
Ia mengimbau masyarakat agar menjaga kesehatan tulang sejak dini dengan mengkonsumsi susu dan vitamin D.
Makanan seperti tahu, tempe, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan dapat dikonsumsi sejak muda untuk memperkuat tulang. Selain itu mengkonsumsi susu dan berjemur di pagi hari juga penting bagi kesehatan tulang.
Dengan menjaga tulang sejak usia muda, kata Bagus, pertumbuhan tulang diharapkan menjadi maksimal sehingga mencapai puncak massa tulang yang tinggi.
Dengan demikian, individu tersebut memiliki 'tabungan' tulang ketika usianya tua. "Dia tidak mengalami penurunan massa tulang yang berat," katanya.
Baca juga: Osteoporosis juga ciptakan beban sosial
Ia mengimbau masyarakat agar menjaga kesehatan tulang sejak dini dengan mengkonsumsi susu dan vitamin D.
Makanan seperti tahu, tempe, kacang-kacangan, sayuran, buah-buahan dapat dikonsumsi sejak muda untuk memperkuat tulang. Selain itu mengkonsumsi susu dan berjemur di pagi hari juga penting bagi kesehatan tulang.
Dengan menjaga tulang sejak usia muda, kata Bagus, pertumbuhan tulang diharapkan menjadi maksimal sehingga mencapai puncak massa tulang yang tinggi.
Dengan demikian, individu tersebut memiliki 'tabungan' tulang ketika usianya tua. "Dia tidak mengalami penurunan massa tulang yang berat," katanya.
Baca juga: Osteoporosis juga ciptakan beban sosial
Baca juga: "Menabung tulang" sejak dini cegah osteoporosis
Ia mengungkap, jumlah penderita osteoporosis lebih banyak dibandingkan dengan penyakit tidak menular lainnya.
"Penderita osteoporosis jauh lebih banyak dari diabetes, jauh lebih banyak dari hipertensi, jauh lebih banyak dari penyakit kanker," kata dia.
Ia menyebut 30 persen perempuan yang usianya di atas 50 tahun, mengalami osteoporosis, sedangkan 20 persen laki-laki dengan usia di atas 50 tahun menderita penyakit ini.
Namun, orang sering tidak menyadari adanya osteoporosis karena penyakit ini tidak bergejala dan tidak menimbulkan nyeri sehingga penyakit ini disebut silent disease.
Baca juga: Gaya hidup aktif bisa cegah osteoporosis
Ia mengungkap, jumlah penderita osteoporosis lebih banyak dibandingkan dengan penyakit tidak menular lainnya.
"Penderita osteoporosis jauh lebih banyak dari diabetes, jauh lebih banyak dari hipertensi, jauh lebih banyak dari penyakit kanker," kata dia.
Ia menyebut 30 persen perempuan yang usianya di atas 50 tahun, mengalami osteoporosis, sedangkan 20 persen laki-laki dengan usia di atas 50 tahun menderita penyakit ini.
Namun, orang sering tidak menyadari adanya osteoporosis karena penyakit ini tidak bergejala dan tidak menimbulkan nyeri sehingga penyakit ini disebut silent disease.
Baca juga: Gaya hidup aktif bisa cegah osteoporosis
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022