• Beranda
  • Berita
  • Maarif Institute apresiasi kebijakan Australia soal ibu kota Israel

Maarif Institute apresiasi kebijakan Australia soal ibu kota Israel

20 Oktober 2022 23:21 WIB
Maarif Institute apresiasi kebijakan Australia soal ibu kota Israel
Arsip foto - Umat Islam merayakan Hari Idul Adha di Kompleks Masjidil Aqsa di Kota lama Yerusalem, Sabtu (9/7/2022). ANTARA FOTO/REUTERS/Ammar Awad/wsj.
Maarif Institute mengapresiasi kebijakan pemerintah Australia yang mencabut pengakuan terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang secara tidak langsung memberikan sokongan kemanusiaan dan dukungan bagi kelanjutan negosiasi perdamaian Israel-Palestina.

Direktur Program Maarif Institute Moh. Shofan dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, mengatakan kebijakan itu sesuai dengan pandangan Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii yang juga selaras dengan pandangan kelembagaan Maarif Institute, yakni lebih melihat persoalan Palestina sebagai masalah kemanusiaan, bukan masalah agama.

Menurut Shofan, buku Buya Syafii tentang Gilad Atzmon --pemusik jazz dunia dan mantan penganut Zionis yang beralih mendukung Palestina-- adalah cerminan dari sikap politik Syafii terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Buya menolak persoalan Palestina sebagai masalah agama, melainkan kemanusiaan, kata dia.

“Dunia harus bercermin kepada Gilad Atzmon yang tanpa rasa takut diintimidasi atau dibunuh sekali pun karena memperjuangkan kemerdekaan Palestina dari cengkeraman penjajahan bangsanya sendiri," kata Shofan.

Bahkan, kata dia, kebijakan Australia ini dapat semakin merekatkan kerja sama strategis dengan Indonesia yang konsisten menyuarakan solusi damai dan kemerdekaan Palestina, apalagi Indonesia telah lama menjalin hubungan diplomasi dengan Palestina.

Sejarah mencatat bahwa Palestina adalah salah satu negara di Timur Tengah yang mendukung dan memberikan pengakuannya kepada kemerdekaan Indonesia, katanya.

Shofan mengatakan dirinya memandang kekejaman yang terjadi di Palestina merupakan tragedi politik, kemanusiaan, dan hukum yang biadab serta memalukan di mata dunia.

Israel, kata dia, telah menciptakan sejarah kelam selama abad ke-20 hingga awal abad ke-21 dan penderitaan rakyat Palestina akibat kekejaman Israel sudah berlangsung sejak tahun 1948.

Namun hingga sekarang, belum ada solusi atas persoalan itu, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) belum memperlihatkan keseriusan untuk menghentikan penjajahan Israel terhadap Palestina, katanya.

Menurut dia, Badan Hak Asasi PBB harus segera menyelidiki seluruh dugaan pelanggaran dan pelanggaran hukum internasional terkait dengan ketegangan yang memicu kekerasan baru.

Dan tak kalah penting, kata Shofan, adalah keberadaan aliansi global untuk melawan ketidakadilan politik terhadap Palestina dan tuntutan adanya konsistensi negara-negara Barat dalam menegakkan HAM tanpa pandang bulu.

Pencabutan pengakuan terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong pada Selasa.

Kebijakan itu ditujukan untuk memperbarui komitmen Australia terkait dengan upaya internasional dalam mewujudkan solusi yang adil dan abadi bagi Israel dan Palestina, yang tengah berkonflik itu.

Baca juga: Komisi I apresiasi Australia cabut pengakuan Yerusalem ibu kota Israel
Baca juga: Australia batalkan pengakuan atas Yerusalem Barat

 

Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2022