Dokter dari Puskesmas Kecamatan Senen Jakarta Pusat dr. Ambiyo Budiman menyebutkan bahwa mengendalikan risiko kehamilan sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya kondisi yang dapat menghambat proses persalinan.Yang ditakutkan adalah komplikasi menjadi eklamsi
"Kalau kita mengendalikan risikonya dulu itu jauh lebih baik dibanding nanti sudah terlambat karena menyepelekan risikonya," kata Ambiyo dalam acara bincang-bincang kesehatan yang digelar virtual diikuti di Jakarta pada Jumat.
Ia menjelaskan bahwa semua kehamilan sebenarnya berisiko baik pada ibu maupun janin yang dikandungnya. Ada tiga kategori risiko yang bisa dialami oleh ibu hamil, yakni risiko rendah, tinggi, dan sangat tinggi.
"Jika hamil saja itu risiko rendah. Kalau ibunya punya penyakit, jadi risiko tinggi, dan jika sampai komplikasi dan mengancam nyawa ibu dan anak itu masuk risiko sangat tinggi," ujarnya.
Baca juga: Perempuan nikah dibawah 21 tahun berisiko bagi kesehatannya
Baca juga: Siapa yang rentan hadapi kehamilan berisiko tinggi?
Adapun penyakit-penyakit yang membuat kehamilan menjadi berisiko tinggi, kata dia, adalah penyakit yang diderita ibu sebelum hamil seperti hipertensi, diabetes, dan anemia.
Sedangkan kondisi yang membuat kehamilan berisiko sangat tinggi di antaranya hipertensi kronis yang tidak tertangani yang mengakibatkan preeklamsia atau tekanan darah tinggi disertai adanya protein dalam urin.
"Yang ditakutkan adalah komplikasi menjadi eklamsi yang di mana ibu hamil bisa mengalami kejang. Itu adalah risiko yang sangat tinggi," imbuhnya.
Untuk mengendalikan risiko kehamilan, Ambiyo mengatakan ibu perlu memeriksakan kondisi kesehatan terlebih dahulu. Jika ditemukan memiliki risiko seperti anemia misalnya, maka ibu dapat segera berkonsultasi dengan ahli gizi.
Ia melanjutkan, pemeriksaan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan di rumah sakit, klinik, bahkan di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat satu seperti puskesmas. Jika ibu baru melakukan pemeriksaan untuk pertama kali, maka akan dilakukan skrining dan antenatal care (ANC).
"Skriningnya itu ada triple eliminasi. Jadi ibu akan diberikan surat pengantar laboratorium untuk memeriksakan hepatitisnya, sifilisnya, dan HIV. Setelah hasilnya keluar, baru konsultasi dengan dokter umum, ahli gizi, dan dokter gigi," kata Ambiyo.
"Untuk ANC, Permenkes nomor 21 itu minimal enam kali kunjungan. Di mana di trimester pertama yaitu 0-12 minggu, itu satu kali. Kemudian di atas 12 minggu itu dua kali, dan di trimester tiga ini tiga kali sampai nanti dia melahirkan," imbuhnya.
Namun, lanjut dia, jika ibu hamil memiliki risiko tinggi dan sangat tinggi, maka pemeriksaan sebaiknya dilakukan lebih sering. Misalnya, jika ibu mengalami anemia maka harus diperiksa setiap bulan.
Selain melakukan pemeriksaan kesehatan, Ambiyo juga mengatakan mengendalikan risiko kehamilan dapat dilakukan dengan pola makan yang sehat. Ibu hamil harus mencukupi kebutuhan nutrisi mulai dari vitamin, asam folat, dan kalsium.
"Sedangkan untuk risiko tinggi atau sangat tinggi, itu tergantung penyakitnya. Misalnya dia diabetes otomatis gula atau takaran karbohidratnya akan diukur dulu oleh ahli gizi. Kemudian yang darah tinggi, kurangi garam," ujar Ambiyo.
Baca juga: MOM bisa identifikasi kehamilan berisiko tinggi
Baca juga: Hamil di atas 30 tahun tingkatkan risiko diabetes dalam kehamilan
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2022