L'Oréal Paris kembali mengajak masyarakat Indonesia untuk #WeStandUp yang akan mendukung upaya pemerintah dalam melawan kekerasan seksual dan meneguhkan kembali komitmen pemberdayaan perempuan.
"Kami juga mengadvokasi metode pelatihan intervensi ini bisa menjadi modul pembelajaran wajib yang diberikan pada orientasi mahasiswa baru,” kata Melanie Masriel selaku Chief Corporate Affairs, Engagement & Sustainability L'Oréal Indonesia dikutip dari siaran resminya, Sabtu.
“Harapannya, pembelajaran ini bisa menjadi bekal bagi insan perguruan tinggi dan bersama-sama kita dapat mewujudkan lingkungan ruang publik di perguruan tinggi yang lebih bermartabat, manusiawi dan bebas dari tindakan pelecehan seksual,” tambah Melanie.
Kali ini, L'Oréal Paris bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Narasi, FISIP UI, dan DEMAND mengadakan pelatihan intervensi pencegahan kekerasan seksual dan diskusi publik untuk StandUp Melawan Kekerasan Seksual di Kampus.
Diskusi publik ini menghadirkan pembicara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim, Jurnalis dan Pendiri Narasi Najwa Shihab, Chief Corporate Affairs, Engagement & Sustainability L'Oréal Indonesia Melanie Masriel, Anggota Komite Penanganan & Pencegahan Kekerasan Seksual FISIP UI Anna Margaret Lumban Gaol, serta Co-Director of DEMAND Anindya Restuviani. Diskusi publik ini digelar di Balai Purnomo Prawiro, Universitas Indonesia.
Baca juga: Kandungan glycolic acid sebaiknya tak dipadukan bahan exfoliant lain
Baca juga: L'Oréal Professionnel hadirkan "balayage" sesuai kulit Indonesia
Berdasarkan data Komnas Perempuan, terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang Januari hingga Juli 2021 terdapat 2.500 kasus. Angka ini melampaui catatan pada tahun 2020 yakni 2.400 kasus.
Isu kekerasan seksual di ruang publik bisa terjadi di mana saja, termasuk instansi pendidikan. Berdasarkan survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi pada tahun 2020 yang dikutip dari Komnas perempuan, kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan dan 27 persen dari aduan terjadi di universitas.
Dari laporan pengaduan kekerasan seksual hanyalah fenomena gunung es, di mana masih banyak yang belum berani melaporkannya.
“Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang, peran dan fungsi universitas menjadi wadah pembelajaran mahasiswa dan masyarakat, pusat pengembangan ilmu pengetahuan, pusat kekuatan moral, pengembangan peradaban bangsa, serta melahirkan calon pemimpin bangsa sehingga tidak ada tempat untuk kekerasan seksual di kampus,” ungkap Nadiem Anwar Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
“Untuk itu Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi negeri dihadirkan sebagai arahan untuk menangani permasalahan ini sehingga setiap insan universitas memiliki pegangan, terutama korban untuk mencari perlindungan. Tentunya, kami menyambut baik dukungan sinergis dari seluruh instansi mulai dari sektor privat, media, universitas dan LSM untuk bersama-sama melawan kekerasan seksual di ruang publik, terutama instansi Pendidikan,” imbuhnya.
Di sisi lain, Najwa Shihab selaku jurnalis dan pendiri Narasi turut mengambil sikap. Dia mengatakan bahwa isu kekerasan seksual masih dianggap tabu untuk dibahas. Sehingga menurutnya, isu itu perlu “dibongkar” melalui ruang diskusi.
“Isu kekerasan seksual masih sering dianggap tabu untuk dibahas, tak jarang stigma untuk menyalahkan korban dan situasi yang memungkinkan pelecehan itu terjadi. Hal ini yang perlu kita ‘bongkar’ melalui ruang diskusi,” ujarnya.
“Semakin banyak ruang untuk mendiskusikan isu kekerasan seksual, dengan demikian lebih banyak pihak yang mengambil peran dan aksi nyata. Tidak hanya itu, diperlukan ruang aman yang tidak menyudutkan korban, melainkan merangkul mereka agar tidak merasa sendirian dan tidak berharga,” lanjutnya.
Kemudian, Anna Margret Lumban Gaol, Anggota Komite Penanganan & Pencegahan Kekerasan Seksual FISIP UI juga mengatakan bahwa akhirnya pada Agustus lalu, Dekan FISIP UI telah menetapkan terbentuknya Komite Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual. Anna menyampaikan, Inisiatif dari akar rumput lah yang mendorong terbangunnya kesadaran tentang penting dan mendesaknya penanganan terlembaga dalam merespon kekerasan seksual di kampus.
“Pembentukan Komite ini merupakan hasil dari gerak bersama seluruh civitas akademika mahasiswa dan dosen FISIP UI dalam upaya memastikan kampus yang nyaman dan aman dari kekerasan seksual. Kehadiran Komite dimaksudkan sebagai respon untuk membangun solidaritas yang berlandaskan prinsip keberpihakan pada korban dan bentuk komitmen kelembagaan terhadap keadilan bagi korban kekerasan seksual,” ujar Anna.
Selain itu, L’Oréal Paris juga kali ini kembali bekerjasama dengan DEMAND. Sebelumnya, L’Oréal Paris telah memulai edukasi ke kampus-kampus bersama DEMAND sejak tahun 2021.
Beberapa kampus yang telah berpartisipasi antara lain Universitas Multimedia Nusantara, Universitas Prasetya Mulya, London School of Public Relations, serta bekerjasama dengan DPPAPP (Dinas Pemberdayaan Perempuan, Anak, dan Pengendalian Penduduk) Provinsi DKI Jakarta untuk memberikan pelatihan bagi para Duta Mahasiswa Anti Kekerasan Seksual dari 9 perguruan tinggi di Jakarta.
Hingga saat ini, sudah ada 102 ribu masyarakat Indonesia yang mengikuti pelatihan baik melalui pelatihan mandiri di website www.standup-indonesia.com ataupun webinar.
Baca juga: L'Oreal luncurkan produk baru untuk enyahkan flek hitam
Baca juga: Camila Cabello hingga Helen Mirren tampil di peragaan busana L'Oreal
Baca juga: Matrix hadirkan tren warna rambut 2022, padukan 3 hingga 4 warna
Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022