"Secara umum yang dapat dilakukan masyarakat untuk meningkatkan imunitas adalah dengan pola hidup sehat seperti istirahat cukup, makan bergizi, minum cukup, olah raga, serta tidak konsumsi rokok maupun alkohol," kata Agus Dwi Susanto dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu mengatakan selain menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, masyarakat juga harus tetap menerapkan protokol kesehatan dan melengkapi diri dengan vaksinasi.
"Terutama di tengah kemunculan COVID-19 subvarian XBB maka sangat penting menjaga daya tahan tubuh, ditambah disiplin prokes dan vaksinasi," katanya.
Baca juga: Kemenkes: 24 negara sudah laporkan kasus COVID-19 dengan varian XBB
Baca juga: Epidemiolog: Sadari tingkat risiko infeksi COVID-19 pada diri sendiri
Agus Dwi Susanto menambahkan, gejala COVID-19 subvarian XBB secara umum tidak berbeda dengan gejala COVID-19 varian Omicron.
"Gejalanya seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, sakit kepala, lemas dan pada beberapa orang bisa disertai keluhan sesak napas," katanya.
Meskipun demikian, kata dia, hingga saat ini belum ada bukti bahwa COVID-19 subvarian XBB dapat menimbulkan penyakit yang lebih parah.
"Kendati demikian, secara umum varian Omicron maupun subvarian XBB tetap perlu diwaspadai dengan cara memperkuat prokes dan vaksinasi, terutama bagi mereka yang memiliki komorbid karena dikhawatirkan bisa memiliki gejala yang lebih berat sehingga harus waspada," katanya.
Sementara itu, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito mengatakan bahwa per tanggal 23 Oktober 2022, jumlah penambahan kasus positif dalam satu minggu di tingkat dunia mencapai 2,98 juta.
"Kemunculan COVID-19 subvarian XBB di beberapa negara di dunia diprediksi akan menjadi subvarian penyebab kembalinya lonjakan kasus," katanya.
Berbagai ahli di Amerika Serikat maupun WHO, kata Wiku, menyebutkan bahwa subvarian XBB bisa memicu lonjakan kasus di akhir tahun dan puncaknya di bulan Januari 2023, namun belum ada bukti bahwa subvarian ini lebih berbahaya secara klinis dari varian atau subvarian sebelumnya.
"Pada beberapa negara, kasus varian XBB juga dilaporkan bergejala ringan dan lebih cepat untuk pulih," katanya.*
Baca juga: Kemenkes: 20 negara PPLN terpantau alami kenaikan kasus dan XBB
Baca juga: KKP Batam tingkatkan pengawasan pintu masuk PPLN cegah COVID-19 XBB
Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022