• Beranda
  • Berita
  • Dokter jelaskan bahaya desak-desakan dalam kerumunan

Dokter jelaskan bahaya desak-desakan dalam kerumunan

31 Oktober 2022 08:58 WIB
Dokter jelaskan bahaya desak-desakan dalam kerumunan
Para petugas bergegas melakukan penyelamatan di sebuah lokasi, tempat banyak orang tewas dan terluka dalam kepanikan saat festival Halloween di Seoul, Korea Selatan, 30 Oktober 2022. ANTARA/REUTERS/Kim Hong-ji/tm (REUTERS/KIM HONG-JI)

Bayangkan jantung sebagai pompanya saja tidak dapat oksigen

Dokter yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr. Vito Anggarino Damay, Sp.JP menjelaskan bahaya jika orang-orang berdesakan dalam kerumunan yakni kekurangan oksigen hingga henti jantung.

Dia melalui pesan videonya, Senin, mengatakan, ketika orang-orang berada dalam kerumunan dan berdesakan dengan orang lain misalnya di depan, belakang, kanan dan kirinya, maka napasnya menjadi kurang lega dan ada risiko dada terhimpit sehingga menyebabkan dia tidak bisa bernapas dengan baik.

"Oksigen akhirnya terganggu. Tubuh mengalami kekurangan oksigen," kata Vito.

Hal ini, sambung dia, diperparah dengan situasi yang tidak terkendali sehingga ketegangan dan adrenalin muncul. Menurut Vito, karbondioksida lebih banyak sehingga pembuluh darah menjadi kuncup. Akibatnya, oksigen tidak bisa terhantar dengan baik karena fungsi jantung sebagai pompa pembuluh darah dan penghantar oksigen juga mengalami kekurangan oksigen.

"Bayangkan jantung sebagai pompanya saja tidak dapat oksigen juga. Inilah yang menyebabkan terjadinya henti jantung," tutur Vito.

Vito mengatakan, henti jantung karena hipoksia atau kekurangan oksigen dalam sel otot jantung menyebabkan terjadinya detak jantung semakin lambat bahkan asistol atau henti jantung dengan tidak adanya detak jantung.

Tanda awal hipoksia yang dapat dikenali antara lain pusing, sesak, mata berkunang-kunang, keringat dingin dan lemas. Menurut Vito, terjadinya hipoksia pada setiap orang variatif.

Namun, dia mengingatkan, ketika hipoksia terjadi dalam waktu enam menit maka kerusakan sel otak permanen bisa terjadi.

Dia mengatakan, salah satu cara menolong mereka dengan kondisi henti jantung ialah melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung paru (RJP), yang dikenal sebagai pijat jantung.

"Pijat jantung dapat menolong meningkatkan survival sampai 40 persen dan bahkan dilakukan tanpa menggunakan bantuan napas," kata dia.

Untuk melakukan CPR, seseorang tak perlu menunggu korban batuk, namun bisa saat dia bernapas tidak normal misalnya gasping atau mengap-mengap.

Orang yang terlatih seperti tenaga kesehatan akan memeriksa kondisi nadi terlebih dulu, tetapi langkah ini tak perlu dilakukan bagi orang tidak terlatih.

Pertama, letakkan dia di permukaan yang rata dan keras. Setelahnya, ekspos dadanya tekan bagian tengahnya dengan ujung telapak tangan. Kaitkan satu tangan di atas tangan lainnya, lalu lakukan pijat (tekan) dengan cepat dan keras, 100 kali per menit.

Pakailah kekuatan dari bahu dan berat badan orang yang melakukan CPR, bukan dari sikut. Jadi, ketika memijat posisi sikut tegak lurus, sementara badan dan pundak yang bergerak turun. Lakukanlah pertolongan ini sembari menunggu tenaga medis membantu.

Sebelumnya, sekitar 50 orang mengalami henti jantung dan mendapatkan CPR usai berdesakan di kerumunan area Itaewon, Seoul, Korea Selatan yang kemungkinan berhubungan dengan pesta Halloween. Menurut Yonhap, tim cepat tanggap menerima sedikitnya 81 panggilan dari orang-orang di Itaweon yang mengaku mengalami sesak napas.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan masa berkabung nasional pada Minggu (30/10) setelah perayaan Halloween itu menewaskan sekitar 151 orang dan 76 orang lainnya terluka dalam peristiwa itu.

Baca juga: Rusia catat rekor kematian COVID, RS kekurangan oksigen

Baca juga: Lee Ji-han "Produce 101 Season 2" korban meninggal tragedi Itaewon

Baca juga: Korsel umumkan masa berkabung nasional pascainsiden Halloween

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022