Menurut dia, catatan prevalensi kekerdilan di Indonesia memang memperlihatkan kecenderungan turun pada beberapa tahun terakhir.
"Namun, potensi ancaman dampak sejumlah krisis global harus diantisipasi dengan langkah-langkah strategis agar kebutuhan gizi keluarga tetap terpenuhi," tutur Lestari dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Dia menilai berbagai langkah strategis harus segera direalisasikan melalui pemanfaatan sejumlah sumber daya yang dimiliki setiap daerah dalam pemenuhan gizi seimbang bagi setiap keluarga.
Baca juga: Wapres harap penguatan kemitraan Bank Dunia untuk atasi "stunting"
Baca juga: Ahli: Posyandu berperan penting dalam upaya penurunan kekerdilan
Menurut dia, kesiapan setiap pemangku kepentingan di pusat dan daerah harus dipastikan agar strategi yang telah dirancang dapat berjalan sesuai rencana.
"Saya mendorong semua pihak, kementerian dan lembaga, serta masyarakat bahu membahu lewat kolaborasi yang baik untuk merealisasikan pemenuhan gizi seimbang bagi setiap keluarga," ujarnya.
Lestari mengatakan perlu sebuah gerakan yang masif untuk mengakselerasi pemenuhan gizi seimbang pada setiap anggota keluarga di Indonesia agar target prevalensi kekerdilan nasional tercapai.
Karena itu dia menilai pencapaian prevalensi kekerdilan 14 persen pada 2024 bukanlah hal yang mudah, karena tanpa gerak bersama dari semua pihak, sulit untuk mewujudkannya.
Sebelumnya, hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa prevalensi kekerdilan balita Indonesia mencapai 24,4 persen pada 2021.
Berdasarkan kategori prevalensi kekerdilan yang dibuat Badan Kesehatan Dunia (WHO), capaian Indonesia itu masuk kategori prevalensi kekerdilan menengah (20%-29%).
Di tengah potensi ancaman dampak krisis global saat ini, pemerintah menargetkan penurunan angka prevalensi kekerdilan berlanjut hingga tercatat 14 persen pada 2024.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022