"Kemenkes terus berkoordinasi dengan BPOM agar penyelidikan kasus ini bisa tuntas karena risiko terbesarnya ada dari obat atau makanan," katanya dalam rapat kerja pemerintah bersama Komisi IX DPR RI yang diikuti via daring di Jakarta, Rabu.
Dia mengatakan bahwa peningkatan kasus gangguan ginjal akut pada anak di Indonesia kemungkinan dipicu oleh cemaran senyawa kimia berbahaya dalam obat sirop. Senyawa kimia yang dimaksud yakni etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).
"Berdasarkan analisa toksikologi pasien, obat-obatan yang dikonsumsi pasien, dan referensi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), besar kemungkinan pasien terpapar senyawa kimia berbahaya dari obat sirop yang mereka minum," kata Budi.
Dia mengemukakan bahwa keberadaan cemaran EG dan DEG pada produk obat sirop tidak sepenuhnya menunjukkan hubungan kausalitas dengan gangguan ginjal akut, tetapi penurunan kasus terjadi setelah pemerintah untuk sementara melarang konsumsi obat sirop.
Sementara itu, berkenaan dengan penanganan pasien gangguan ginjal akut, Budi mengatakan bahwa penggunaan Fomepizole dilaporkan dapat memperbaiki fungsi ginjal pasien.
"Kemenkes juga telah menyediakan obat Fomepizole sebagai antidotum. Sejauh ini penggunaan Fomepizole
mengindikasikan perbaikan pada fungsi ginjal pasien," katanya.
Baca juga:
Jubir Kemenkes sebut tren kematian gangguan ginjal akut menurun
Kemenkes catat 304 kasus gangguan ginjal akut, paling banyak dari DKI
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022