Sebab, pasar-pasar baru kini mulai tumbuh, dan harus digarap secara serius. Pasar itu, di antaranya Afrika, Asia Selatan, Eropa Timur, dan negara-negara lainnya.
Dalam sejumlah literatur dijelaskan bahwa pasar ekspor Indonesia terdiri dari pasar tradisional (negara maju) dan pasar nontradisional (pasar berkembang dan pasar-pasar baru). Pasar nontradisional ini ada pula yang mengartikan sebagai pasar yang belum dimanfaatkan (untapped market).
Menyikapi hal itu, para pelaku usaha di Jawa Timur kini juga semakin intens menggarap pasar nontradisional guna memperluas pasar, selain tetap memaksimalkan potensi pasar tradisional.
Langkah menyasar pasar baru tersebut tidak hanya sebagai upaya penetrasi, tapi juga sebagai langkah antisipasi terhadap perlambatan ekonomi dunia, serta menunjang peningkatan ekspor, khususnya ekspor produk nonmigas, berupa produk jadi dan setengah jadi.
Para pelaku usaha kini tidak hanya menggarap pasar tradisional Amerika Serikat, China, Jepang, India dan Malaysia, tapi juga mencoba memperluas cakupan penetrasinya ke pasar nontradisional, seperti negara-negara Timur Tengah, Afrika, Eropa Timur, Mesir, Qatar, dan negara-negara di Asia.
Kinerja ekspor Jawa Timur selama ini memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap ekspor nasional Indonesia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia pada Januari–September 2022 mencapai 219,35 miliar dolar AS, naik 33,49 persen dibanding periode yang sama tahun 2021. Dari nilai tersebut, ekspor nonmigas mencapai 207,19 miliar dolar AS, naik 33,21 persen.
Sementara itu, menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari–September 2022, berasal dari Jawa Barat dengan nilai 29,37 miliar dolar AS (13,39 persen), diikuti Kalimantan Timur sebesar 26,76 miliar dolar AS (12,20 persen) dan Jawa Timur sebesar 18,95 miliar dolar AS (8,64 persen).
Ekspor nonmigas Jawa Timur sebagian besar untuk tujuan Amerika Serikat, disusul Jepang, Tiongkok, negara-negara ASEAN, serta Uni Eropa. Ekspor nonmigas Jawa Timur masih didominasi sektor industri dan pertanian. Komoditas ekspor nonmigas dari daerah ini, di antaranya lemak dan minyak hewani/nabati, kayu dan barang dari kayu, tembaga, dan lainnya.
Perlambatan ekonomi
Kondisi global yang tidak menentu, kini mulai berdampak terhadap perlambatan ekonomi dunia. Berbagai negara, termasuk negara-negara yang selama ini menjadi pasar tradisional produk ekspor Indonesia, perekonomiannya mengalami kontraksi.
Bahkan, terkait perlambatan ekonomi dunia ini, International Monetary Fund (IMF) telah merevisi proyeksi ekonomi global dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen, kendati proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri masih cukup tinggi, yakni di angka 5,3 persen.
Oleh karena itu, agar kinerja ekspor tetap terjaga, maka harus terus memperluas pasar, intens menjajaki pasar-pasar nontradisional.
Sementara itu, untuk menguatkan penetrasi di pasar nontradisional, Ketua Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Jawa Timur Isdarmawan Asrikan, pada dialog di sela Festival Ekspor Jawa Timur, di Surabaya, Selasa (1/10), menyarankan agar pelaku usaha memanfaatkan perjanjian kerja sama yang telah dibangun pemerintah.
Indonesia, melalui Kementerian Perdagangan, telah mencoba membuka peluang kerja sama bilateral dengan berbagai negara di dunia, khususnya negara-negara yang termasuk dalam pasar nontradisional.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dalam kunjungannya ke Amerika Serikat dan sejumlah negara lain beberapa waktu lalu misalnya, telah mencoba menjajaki agar hubungan kerja sama antara Indonesia dengan negara mitra, dapat ditindaklanjuti dengan hubungan atau kontrak dagang.
Indonesia juga memiliki sejumlah perjanjian perdagangan bilateral dengan negara nontradisional lainnya, yaitu Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Mozambique Preferential Trade Agreement (PTA), dan Indonesia-Pakistan PTA.
Selain itu, perundingan putaran ketiga Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Kanada (ICA–CEPA) juga sedang berlangsung pada 31 Oktober – 4 November 2022.
Upaya gencar Kemendag untuk memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara nontradisional tersebut perlu didukung melalui peran aktif semua pihak terkait, termasuk komunitas bisnis, sehingga tekad memperluas pasar ekspor itu akan menjadi kenyataan.
Penguatan
Untuk dapat meraih pasar global, dibutuhkan penguatan dan upaya serius, utamanya dari para pelaku usaha. Sebab, ada regulasi dan standar produk yang harus dipenuhi dalam menjalin hubungan dagang antarnegara.
Keseriusan tersebut tampaknya telah ditunjukkan Pemprov Jawa Timur. Pemerintah daerah ini serius mengupayakan peningkatan dan percepatan ekspor, di antaranya tercermin dari kegiatan Export Festival yang digelarnya.
Sebanyak 18 stan pameran dan tujuh layanan percepatan ekspor digelar dalam acara sehari tersebut. Sekitar 150 peserta dari lintas instansi dan lembaga, termasuk perbankan dan kementerian, turut serta dalam kegiatan ini.
Pemprov Jawa Timur dalam waktu dekat bahkan akan menggelar misi dagang ke Riyadh, Arab Saudi, dan juga Malaysia.
Selain itu, Pemprov Jawa Timur bersama Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) di sela Export Festival meluncurkan enam desa devisa di Jawa Timur. Sebelumnya, LPEI juga telah melakukan pendampingan 22 desa devisa di daerah ini.
Enam desa devisa itu adalah Desa Parengan (Tenun Ikat) di Lamongan, Desa Punjung (Olahan Jahe) di Pacitan, Desa Minggirsari (Kendang Jimbe) di Kabupaten Blitar, Desa Ngubalan (Kerajinan Akar Jati) di Ngawi, serta dua Desa Batik dan Tenun Gedog di Tuban, yaitu Desa Margorejo dan Desa Kedungrejo.
Direktur Pelaksana Bidang Hubungan Kelembagaan LPEI Chesna F Anwar optimistis peluncuran desa devisa ini akan membantu pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) bisa menembus ke pasar ekspor.
"Kita berharap ini bisa meningkatkan kinerja ekpsor, dan sekaligus bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, utamanya perajin," kata Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, menambahkan.
Pewarta: Slamet Hadi Purnomo
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2022